Kamis, 25 April 2024
Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu | KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024
 
Gaya Hidup
Kenapa Taksi Online Harus Diatur?

Gaya Hidup - Editor: Jandri - Rabu, 18/10/2017 - 10:14:15 WIB

SULUHRIAU- Menjamurnya taksi online di masyarakat saat ini menjadi perhatian khusus pemerintah. Pasalnya, transportasi berbasis online tersebut membawa cukup banyak pengaruh bagi transportasi konvensional. Namun di saat bersamaan, taksi online sudah jadi kebutuhan masyarakat banyak saat ini.

Keberadaannya yang makin meluas membuat pemerintah mau tak mau harus ikut campur. Pasalnya, transportasi berbasis aplikasi ini belum diatur sehingga tak ada pengawasan dan perlindungan yang legal bagi masyarakat, yang dalam hal ini adalah pengguna jasa maupun pelaku jasa angkutan online, termasuk ke industri taksi lainnya.

"Taksi online adalah suatu keniscayaan, jadi kita harus menggunakan itu, memakai itu. Tetapi juga taksi konvensional sudah memberikan penghidupan bagi masyarakat. Oleh karenanya kami ingin memberikan akomodasi kesetaraan bagi keduanya dengan apa? Salah satunya yaitu dengan peraturan supaya bisa hidup berdampingan," ujar Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, dikutip dari detikFinance Rabu, (18/10/2017).

Aturan yang dibuat, menurut Budi, akan membuat taksi online memiliki definisi jelas sebagai angkutan umum, sehingga bisa diatur operasionalnya, mulai dari penyedia jasanya, syarat kendaraannya, pengemudinya, standar keamanannya, bahkan hingga ke kuota dan tarifnya.

Kenapa kuota dan tarif perlu diatur? Budi menjelaskan, selama ini taksi online memiliki keunggulan tarif yang jauh lebih murah dibanding taksi konvensional, sehingga kemampuan bersaingnya jauh. Jumlah armada taksi online yang makin banyak, dinilai rentan mencoreng unsur kesetaraan dalam persaingan usaha.

Namun jumlah armada taksi online yang tak dibatasi akan membuat pasokannya makin banyak di lapangan. Kondisi ini bisa mematikan industri taksi konvensional dan online itu sendiri. "Bisa dibayangkan, dalam 3 tahun transportasi online di Indonesia, sudah berapa jumlah driver yang terdaftar. Makanya kami minta kuota diatur agar tak terjadi kelebihan suplai dan demandnya," ujar Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen FW, beberapa waktu lalu.

Selain itu aturan mengenai tarif juga diperlukan. Karena dengan tidak adanya batasan tarif, maka akan ada risiko bagi pengguna jasa maupun penyedia jasa atau sopir taksi online sendiri. Perusahaan penyedia jasa aplikasi atau IT provider sewaktu-waktu akan bisa mengubah tarif menjadi terlalu tinggi maupun terlampau rendah, sehingga akan mengurangi aspek keselamatan bagi konsumen. "Bisa dibayangkan, perhitungan bisa sekitar Rp 2 ribu per km untuk kendaraan roda 4 di jalanan, yang sudah tentu tidak sesuai dengan biaya operasional," tambah Christiansen. [bersambung]





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved