Jum'at, 26 April 2024
Sumringahnya Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024 setelah Kalahka Korsel Melalui Adu Penalti | Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu
 
Kesehatan
BKKBN RI Sebut Rohul Daerah Tergolong Kasus Tertinggi Gizi Buruk di Indonesia

Kesehatan - - Senin, 13/11/2017 - 09:23:36 WIB

SULUHRIAU, Pekanbaru- Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN RI, Dwi Sulisyawardani mengatakan, BKKBN memberikan perhatian khusus kepada Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) karena kasus gizi buruk di daerah ini tergolong tinggi di Indoensia.

"Khusus di Provinsi Riau, BKKBN memberikan perhatian khusus kepada Kabupaten Rokan Hulu, karena kasus gizi buruk di Rokan Hulu merupakan tergolong tinggi di Indoensia," kata
Dwi Sulisyawardani sempena peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 53, Ahad (12/11/2017) di Pekanbaru.

Dijelaskannya, masalah gizi buruk katanya menjadi momok di HKN ke 53 tahun 2017. Tingkat prevalensi angka gizi buruk  yakni mencapai 5,7 persen dan gizi kurang 13,9 persen.

Dikatakan, angka kematian bayi dan anak balita (bawah lima tahun) akibat kurang gizi di Indonesia umumnya masih memprihatinkan.

Dwi sulisyawardani menambahkan, selain kebutuhan nutrisi anak yang tidak terpenuhi, perilaku tidak tepat orangtua dalam menyajikan makan bagi bayi dan balita juga menjadi penyebab kurang gizi pada anak masih tinggi.

Menurutnya, kebutuhan nutrisi harus diperhatikan pada 1.000 hari pertama kehidupan, agar anak tumbuh baik, memiliki imunitas dan menjadi cerdas.

Perbaikan gizi kurang pada anak Indonesia hingga kini masih belum optimal, bisa dilihat dari hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) kementerian kesehatan (Kemenkes) 2013 yang menunjukkan masalah stunting (anak pendek) pada anak balita masih serius dengan prevalensi mencapai 37,2 persen.

Selain nutrisi, faktor hormonal juga berpengaruh terhadap pertumbuhan optimal anak, seperti tiroid, hormon pertumbuhan, hormon tulang dan hormon pubertas. [slt]

 





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved