Jum'at, 29 Maret 2024
Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu | Koramil 02 Rambah Kodim 0313/KPR Rohul Berbagi Takjil pada Masyarakat | Tak Patut Ditiru, Viral Video Pungli Trotoar untuk Hindari Kemacetan
 
Ekbis
3 Kali Ditunda, Larangan Cantrang Akhirnya Berlaku di Awal 2018

Ekbis - Editor: Jandri - Kamis, 04/01/2018 - 08:22:50 WIB

SULUHRIAU- Nelayan kini tak lagi boleh menggunakan alat tangkap jaring cantrang per tanggal 1 Januari 2018.

Hal ini sesuai dengan aturan larangan pengunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015, di mana cantrang termasuk salah satu yang dilarang di dalamnya.

Aturan ini akhirnya berlaku efektif setelah sebelumnya sempat beberapa kali mengalami pelonggaran waktu atau perpanjangan waktu penggunaan. Setelah Permen tersebut dikeluarkan sejak 8 Januari 2015, setidaknya sudah tiga kali aturan larangan cantrang mengalami relaksasi.

Perpanjangan pertama ditetapkan hingga Desember 2016 melalui Surat Edaran Nomor 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di WPPNRI. Perpanjangan dilakukan karena pemerintah belum menuntaskan penggantian alat cantrang ke nelayan.

Perpanjangan kembali dilakukan hingga Juni 2017. Kali ini melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.664/DJPT/PI.220/VI/2017, yang mengatur pendampingan penggantian alat penangkapan Ikan memicu beragam tafsir, termasuk penundaan larangan penggunaan cantrang.

Puncaknya pada Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.743/DJPT/PI.220/VII/2017 tentang Pendampingan Peralihan Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela di WPPNRI. Pelonggaran ketiga yang berlangsung hingga akahir Desember 2017 ini menjadi surat edaran terakhir yang memberikan pelonggaran terhadap penggunaan alat tangkap cantrang.

Penggunaan cantrang sendiri dilarang lantaran dianggap tak ramah lingkungan karena hasil tangkapan yang didapat tak hanya menjaring ikan yang bernilai ekonomis saja, namun juga biota laut lain juga ikut terjaring oleh cantrang. Hal ini pun diyakini bisa mengganggu ekosistem dan keberlanjutan laut Indonesia secara keseluruhan jika terus menerus dilakukan. Pasalnya jaring cantrang yang ditarik dengan kapal yang bergerak itu mampu menangkap semua biota laut yang berada di dasar perairan.

Penggunaan cantrang bagi nelayan sendiri telah lama dilakukan, dan bisa menghasilkan untung yang banyak sekaligus instan, lewat hasil tangkapan ikan yang banyak. Namun penggunaan alat cantrang yang terkadung terlampau banyak dirasa membuat pemerintah pun sulit untuk melakukan perubahan budaya penangkapan secara cepat.

Hal ini terbukti dari sedikitnya 12 ribu orang nelayan cantrang di Kota Tegal, yang terancam kehilangan pekerjaan menyusul pelarangan resmi penggunaan cantrang sejak awal tahun ini. Selain itu, 36 ribu anggota keluarga nelayan yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.

"Ribuan nelayan cantrang di Kota Tegal akan jadi pengangguran terbuka. Juga ada puluhan ribu keluarga nelayan yang terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi akibat larangan cantrang," ujar Ketua DPC Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal, Riswanto, Selasa (2/1/2018).

Jumlah kapal cantrang di Kota Tegal, sesuai data dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, terhitung Juni 2017 ada 600 kapal cantrang yang sebagian besar sudah melakukan pendaftaran verifikasi atau ukur ulang di Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhan (KSOP).

Selain berdampak langsung pada nelayan, pelarangan ini juga secara tidak langsung bisa mematikan industri pengolahan ikan. Pengolahan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegal Sari, Kota Tegal, terdapat 11 unit pengolahan ikan fillet yg menyerap tenaga kerja 550 orang, mayoritas adalah istri para nelayan.

Di samping itu ada 12 unit cold storage yg menyerap tenaga kerja sampai 180 orang buruh, penarik gerobak ikan yg menyerap tenaga kerja sampai 102 orang dan tenaga penarik becak ikan yg menyerap tenaga kerja sampai 32 orang.

Langkah Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam memberikan bantuan alat tangkap sebagai pengganti cantrang pun dirasa belum maksimal. Alat berupa tramel net dan gillnet melenium bantuan pemerintah untuk nelayan, belum semuanya mendapatkannya.

Sebelumnya, Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Sjarief Widjaja, memastikan tak ada lagi relaksasi penggunaan alat tangkap cantrang bagi nelayan setelah perpanjangan ketiga kalinya sampai akhir Desember lalu.

"Enggak ada lagi (pelonggaran). Presiden sudah katakan kita harus move on. Jangan ngurusin cantrang saja," katanya kepada detikFinance saat sesi wawancara khusus di kantornya, Jakarta, tahun lalu.

Proses penggantian alat tangkap sendiri, kata dia, membutuhkan usaha yang ekstra, khususnya pada distribusi alat tangkap kepada nelayan.

"Mungkin di luar bayangan Anda, seperti jaring dan gillnet saja yang kita dorong ke nelayan, satu truk saja mungkin tidak lebih dari 10 unit. Jadi kalau kita bicara 6 ribu unit, bisa dibayangkan berapa truk itu. Jadi sebetulnya itu kerjanya masif dan besar. Gede banget," pungkasnya. (dtf,Jan)






 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved