Kamis, 25 April 2024
KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024 | Rangkaian HUT ke-7 Tahun, SMSI Riau Gelar Workshop Publisher Rights Bersama Ketua Dewan Pers | Rangkaian HUT ke-7 Tahun, SMSI Riau Gelar Workshop ''Publisher | Cak Imin Nyatakan Kerja Sama dengan Prabowo di Pemerintahan Berikutnya | Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan Presiden-Wakil Presiden 2024-2029 | Maju Pilgubri, Edy Natar Nasution Daftar di Partai Demokrat Riau
 
Sosial Budaya
Peringati HUT RI ke-73
Panjat Pinang Perlombaan di Zaman Penjajahan Belanda yang Masih Lestari Hingga Hari Ini

Sosial Budaya - - Kamis, 16/08/2018 - 10:04:27 WIB

SULUHRIAU- Perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus yang tahun 2018 ini HUT RI ke-73, selalu identik dengan berbagai permainan rakyat seperti panjat pinang.

Panjat pinang seakan 'mendarah daging' dalam menyemarakkan hari kemerdekaan Indoensia. Selain itu, masih ada lomba pacu karung, pacu kelereng, makan kerupuk, tarik tambang dan lainnya.

Namun, dari sekian banyak perlombaan itu, hanya panjat pinang yang selalu mampu menyedot banyak perhatian masyarakat.

Lomba panjat pinang, dilakukan pada sebuah pohon pinang yang tinggi dan batangnya dilumuri oleh pelumas disiapkan oleh panitia perlombaan.

Di bagian atas pohon tersebut, disiapkan berbagai hadiah menarik. Para peserta berlomba untuk mendapatkan hadiah-hadiah di ujung pohon yang biasanya pohon pinang tersebut.

Menurut sejarahnya, panjat pinang, seperti dimuat laman Wikipedia, berasal dari zaman penjajahan Belanda. Lomba panjat pinang diadakan oleh orang Belanda jika sedang mengadakan acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.

Yang mengikuti lomba ini adalah orang-orang pribumi. Dikutip dari Intisari, di Belanda, lomba ini disebut De Klimmast yang berarti panjang tiang. Jika Indonesia menggelar lomba panjat pinang pada tanggal 17 Agustus, berbeda dengan Belanda yang menggelarnya pada 31 Agustus.

Tanggal 31 Agustus pada era zaman itu bertepatan dengan ulang tahun sang ratu Belanda, Ratu Wihelmina. Namun nyatanya di Belanda lomba panjat pinang tidak hanya digelar untuk ulang tahun sang ratu saja.

Tapi juga ketika merayakan hari besar lainnya seperti hari besar negara bahkan setiap pesta pernikahan.

Sejatinya lomba panjat pinang ini diperuntukan bagi kaum pribumi saja.
Mereka akan berlomba memanjat dan menangkap hadiah yang berada di atas.

Seperti makanan dan pakaian, benda-benda yang masih mewah untuk kalangan pribumi.
Sementara orang elit Belanda akan menontonnya sambil tertawa. Hal inilah yang memancing pro dan kontra di masyarakat.

Masyarakat yang kontra akan beranggapan ini melukai nilai-nilai kehidupan masyarakat. Yang satu berjuang mendapatkan makanan, yang satu tertawa melihatnya.

Belum lagi ini merupakan tradisi Belanda, negara yang pernah menjajah Indonesia selama 3,5 abad. Tapi disatu sisi, pronya adalah lomba ini juga mampu mengukuhkan rasa saling gotong-royong antar masyarakat.

Saling membantu dan pantang menyerah. Hal yang harusnya memang dilakukan masyarakat Indonesia. Apalagi lomba panjat pinang ini sudah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Unik dan menyenangkan.

Hanya dilakukan sekali dalam setahun yaitu ketika Indonesia merayakan Hari Proklamasinya tanggal 17 Agustus. Jadi apapun sejarahnya, sebaiknya diambil hikmah dari lomba panjat pinang ini.

Editor: Jandri | Dari Berbagai Sumber







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved