Kamis, 25 April 2024
Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu | KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024
 
Sosial Budaya
Opini
Disorientasi Dalam Budaya Balimau Kasai Sambut Bulan Ramadhan

Sosial Budaya - - Senin, 06/05/2019 - 10:26:25 WIB

BALIMAU kasai seakan tidak asing lagi di telinga masyarakat Riau, setiap tahun dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan masyarakat Kampar pada umumnya dan terkhusus masyarakat Desa Lubuk XIII Koto kampar merayakan adat dan budaya yang turun temurun dari nenek moyang mereka yaitu balimau kasai.

Balimau kasai termasuk dalam kategori adat yang diadatkan (boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan). Kalau kita tarik kedalam kaidah hukum Islam maka hukumnya Mubah.

Perayaan balimau kasai biasanya dimulai setelah shalat asyar sambil baghaa'ak (berarak/beriringan) dari hulu kampung Sampai ke hilir kampung (tempat pelaksanaan mandi balimau kasai). Baris pertama adalah kaum ibu-ibu sambil membawa rantang atau tentengan yang berisi limau kasai yang terdiri dari; jeruk nipis dan Kasai (terbuat dari beras di campur coku) sehingga memunculkan aroma yang semerbak dan sangat wangi serta membawa kain belacu sepanjang 1x1 meter (kain  panjang berwarna hitam/putih) yang nantinya akan dijadikan sebagai kain basahan. Baris kedua adalah anggota tukang dikiu (dzikir) sebagai musik pengiring dalam perayaan balimau kasai. Barisan terakhir kaum Adam atau kaum bapak-bapak dan remaja.

Semua masyarakat berbondong-bondong mengikuti  prosesi perayaan balimau kasai, kecuali 3 golongan yaitu; orang sakit, orang yang baru melahirkan, dan lansia (orang tua yang sudah uzur). Setelah shalat asyar bagha'ak pun dimulai menuju sebuah pulau di hilir kampung yang bernama Pulau Tidiyah. Kaum ibu-ibu mandi di botiong topian doghe (air deras yang menghanyutkan) sedangkan kaum bapak-bapak mandi di botiong tidiyah. Antara botiong topian doghe dan botiong tidiyah berjarak lebih kurang 100 meter. Sesampainya di botiong lokasi mandi pun diatur. Antara ayah, anak dan samondo (ipar) tidak boleh berdekatan dan harus pandai menyesuaikan tempat agar tidak terjadi kerancuan dalam adat.

‌Sekitar tahun 2000-an terjadi pergeseran budaya pada prosesi budaya balimau kasai yang mana istilah balimau kasai sudah tidak ada lagi, sekarang cuma memeriahkan hari nya saja. Sudah jauh berbeda dengan adat dan budaya serta prosesi  balimau Kasai pada awalnya. Dahulu lokasi pemandian nya sudah diatur dan ditetapkannya oleh pemangku adat,  alim-ulama dan tokoh masyarakat serta ada regulasi-regulasi yang harus dipatuhi oleh Ninik mamak dan anak kemenakan dalam prosesi balimau Kasai, sekarang balimau Kasai boleh dan bisa dilakukan dimana saja bahkan di tempat-tempat umum seperti tempat wisata yang dijadikan sebagai tempat pemandian bersama-sama dan terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan. upacara adat balimau Kasai sudah tidak ada lagi sekarang sudah berganti menjadi jalan-jalan bersama keluarga, teman atau pacar.

Keadaan ini seakan diamini oleh pemangku adat, alim ulama dan cerdik pandai serta tokoh masyarakat di setiap desa yang dijadikan lokasi mandi balimau kasai seperti, Dermaga tepian mahligai desa Pulau gadang, Danau Rusa Desa Batu Bersurat dan Kuari yang terletak di Kelurahan batu Bersurat kecamatan XIII Koto kampar.

Berbeda lagi ketika kita tilik prosesi balimau kasai di Bangkinang, Batu Belah dan Air tiris. Biasanya masyarakat merayakan dengan membuat pelombaan sampan hias dan kemudian Bailiu Basamo (menghanyutkan diri dari hulu ke hilir secara bersama-sama). Dalam hal ini juga terjadi percampuran atau perbauaran antara remaja dan remaji. Hal ini sudah menjadi tradisi setiap tahunnya, kegiatan ini juga seakan 'diamini' oleh nenek mamak, alim ulama, tokoh masyarakat dan aparatur pemerintahan.

Mari kita kembalikan tradisi dan budaya balimau kasai ke prosesi awal, bukan seperti sekarang yang lebih banyak mendatangkan mudhorat dari pada manfaat. Semoga!

Penulis: Muhammad Ilyas S.sos M.A
* Dosen LB Pada Prodi Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved