Jum'at, 29 Maret 2024
Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu | Koramil 02 Rambah Kodim 0313/KPR Rohul Berbagi Takjil pada Masyarakat | Tak Patut Ditiru, Viral Video Pungli Trotoar untuk Hindari Kemacetan
 
Pendidikan
Catatan Tokoh
"Pionir" Pendidikan di Rumbio

Pendidikan - - Jumat, 11/09/2020 - 10:40:10 WIB

SULUHRIAU- Kiprah Hasan Basri Jamil tidak bisa dilupakan begitu saja dalam memajukan Desa Alampanjang.

Sosok yang memiliki kepripadian yang kuat dan idealis ini, ia tak kenal lelah berjuang bagaimana desa itu bangkit dari berbagai hal, utamanya pendidikan.

Di bidang pendidikan ini, anak ke empat dari pasangan Alm Zubaidah dan Muhammad Jamil ini mampu menginspirasi banyak orang dan patut dicontoh generasi muda.

Kiprah bukan dikenal di desa kelahirannya saja (Desa Alampanjang-red), tapi di kenegerian Rumbio hingga Kabupaten Kampar dan sekitarnya. Patut kiranya dia disebut sebagai pionir atau pelopor pendidikan di daerah ini. Di Desa Alampanjang Hasan puluhan tahun menjabat Kepala Desa.

Kini usianya sudah senja, namun semangat tidak berkurang. Bebeberapa waktu lalu kami mewawancarainya yang kini ia tinggal di Desa Pulau Rambai. Ia bercerita;

Sekitar tahun 1962 boleh dibilang sebuah tonggak sejarah berkembangnya pendidikan di kenegerian Rumbio.

Berawal ketika itu adanya keiinginan Kepala Kantor Pendidikan dan Kebudayaan (Kandikbud) Riau dan Kabupaten Kampar untuk mendatangkan sekitar 800 guru dari Tapanuli Utara, Medan sumatera Utara, untuk menjawab tantangan kekurangan guru di Riau termasuk Kampar. Saya dan beberapa teman pemikiran kepada teman-teman sesama guru, diantaranya Mansur Aljabar.

Saya katakan dari pada mendatangkan guru jauh-jauh lebih baik berinisiatif untuk membuka kursus guru di daerah. Ini tidak lain saya lakukan dilatarbelakangi kekhawatiran. Kehadiran guru itu dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai persepsi waktu itu.

Saya dan beberapa kawan-kawan menghadap untuk merundingkan masalah ini ke Bupati Kampar yang waktu itu dijabat Harun Syah. Kepada bupati saya katakan, izinkan kami untuk mendirikan kursus guru di daerah.

Saya mendapat dukungan Bupati hingga Camat Kampar waktu itu. Sehingga mulailah kami fokus untuk kegiatan kursus guru yang dikenal dengan KGB Kursus Guru B (KGB) di Air Tiris.

Saat itu dibuka sekretariat KGB di SMP Air Tiris, yang tata usahannya Kabag TU kecamatan, yang waktu itu dijabat pak Rahman. 

Tenaga pengajarnya didatangkan dari Pekanbaru termasuk saya, dan beberapa orang guru teman saya waktu itu. Pada umumnya guru-guru dan kepala sekolah SMP. KGB belajarnya waktu sore, karena pagi saya dan guru-guru tenaga pengajarnya juga mengajar di sekolah.
Waktu itu tokoh penting selain saya Suyono Mangku yang akhir masa jabatan sebagai kepala SMEA Pekanbaru.

Siswa yang bersekolah di KGB itu tidak hanya dari Air Tiris, Rumbio, tapi juga dari Kampar dan Danau, bahkan ada yang Batu Besurat, Muara Mahat dan Ujung Batu, yang jarak beberapa daerah itu dengan Air Tiris antara 75 km hingga 100 km.

Untuk kelanjutan proses KGB itu, saya langsung berurusan ke kantor Pendidikan dan Kebudayaan (P&K/Dikbud) tingkat II Pekanbaru yang waktu itu berkantor di Jalan Melur, Sukajadi.

Saat itu Kepala Dikbud dijabat pak Bahar. Datang ke kantor itu boleh dibilang rutin sekali sebulan, selain mencari perkembangan informasi bidang pendidikan juga untuk mengambil honor guru-guru yang mengajar di KGB  waktu itu sebesar Rp2000 per bulan. Kepala sekolah juga diberi honor Rp 2000 per bulan.

Selama setahun berproses (1963), waktu itu dengan uang sebesar itu sebenarnya, ongkos untuk ke Pekanbaru saja tidak cukup. Karena masa itu ongkos dari Rumbio ke Pekanbaru sekitar Rp500 sekali pergi. Belum lagi biaya makan tiga kali dan ongkos pulang. Tapi karena kemauan kuat saya untuk bersama-sama dengan teman-teman mengembangkan pendidikan itu sangat besar, pekerajaan dilalui tanpa terasa berat. 

Berkat kerja keras itu juga, maka terkenallah KGB yang dipusatkan di Air Tiris itu. Sehingga seiring dengan itu, pada tahun yang sama juga bekembanglah SD. Setiap daerah mulai Air Tiris hingga Danau Bingkuang (sepanjang kampung tersebut). Semula SD di Air Tiris hanya 3 unit, di Kampar 1 unit, di Danau 1 unit. Sejak itu berkembang pesat, di Rumbio menjadi 16 SD, Kampar 16 SD, dan Danau 16 SD.

Melihat perkembangan cukup pesat, maka saya berpikir pula bagaimana membangun SMP, sebab tidak mungkin anak-anak tamatan di banyak SD tersebut tertampung dengan SMP yang ada saat itu. Maka, bersama teman-teman kami membangun SMP PGRI di Rumbio, SMP PGRI di Kampar serta SMP Danau yang saat ini masing-masing SMP itu masih eksis di lokasi awal berdirinya.

Dalam kurun waktu setahun hingga dua tahun saja (1963-1964), perkembangan dan kemajuan SD dan SMP yang ada di disetiap kampung mulai Air Tiris hingga Danau Bingkuang itu, berjalan cukup baik. Jumlah anak tamatan SMP cukup banyak. Mengingat banyaknya SMP yang menamatkan anak didik.

Pada masa itu, sekolah berkembang pesat di Rumbio, Kampar hingga danau, baik SD, SMP hingga dan sekolah agama. Dengan demikian dunia pendidikan di daerah mulai maju. Di Bangkinang sendiri sebagai ibu kota Kabupaten Kampar, boleh dibilang perkembagan SMP pasif.

Bahkan sekitar 8 tahun kemudian, tepat saat Fachruddin yang semula mengajar di KGB Rumbio, Kampar dan Danau pindah tugas ke Bangkinang baru SMP di wilayah itu mulai berkembang yang ditandai dengan berdirinya  2 SMP, yakni SMP Pulau dan SMP Salo.

Dengan banyaknya SMP, saya berpikir cukup syarat untuk mendirikan SMA. Saat itu dibahas untuk membangun SMA di Kampar, maka dicarikanlah lahan untuk pendirian sekolah itu. Modalnya saat itu keberanian saja, sebab masa itu dalam kerangka politik nasional sebagaimana istilah Sukarno pada masa itu katanya Vivere pericoloso (menyerempet dalam bahaya-red).

Berkat kegigihan itu pula SMA di Kampar berdiri, dengan susah payah membesarkan SMA tersebut supaya bisa diterima masyarakat. Sebab, namanya sekolah baru perlu sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi masa itu masyarakat lebih memilih sekolah agama seperti pesantren, dan sekolah agama lainnya, termasuk masih populernay SMA di Air Tiris dan Bangkinang. Namun akhirnya diterima di tengah masyarakat, dan tidak sedikit siswa sekolah di SMA itu.

Melihat kondisi perkembangan pendidikan di Rumbio itu, teman-teman saya sesama mengajar di KGB diantaranya Nurhilal, berserta tokoh masyarakat yang memiliki rasa peduli pada dunia pendidikan mengatakan, "bahwa induk pendidikan itu sudah diboyong Hasan Basri ke Rumbio dan Kampar. Di Bangkinang elu mereka tinggal yang mandul saja".

Sebab di Bangkinang sebagai ibu kota Kabupaten baru berkembang pendidikan sekitar beberapa tahun setelah Indonesia merdeka atau sekitar tahun 1972. Namun, teman mengelu-elu saya saat itu, dan saya jawab dengan diplomatis, bukan karena saya, tapi berkat sama-sama demi kemajuan pendidikan di daerh kita.

Semangat saya dan teman-teman untuk memajukan dunia pendidikan terus berlanjut seiring dengan perkembangan pendidikan secara nasional hingga ke daerah.

Masa KGA dan KPGAA


Dalam rangkaian perbaikan sistem dan kualitas pendidikan itu, setelah era KGB, masuk era kursus guru A (KGA).  Sebagain inservis training (IT) para guru yang dibuka di Unri.

Masa itu selain KGA untuk guru umum, juga ada kursus pendidikan guru agama A (KPGAA). Sehingga saat itu dikenal ada namanya guru UGA masuk SMA. Saya juga ikut sebagai tenaga pengajar KGA. Cukup banyak siswanya waktu itu.
Melalui KGA itu banyaklah guru teman-teman saya yang menjadi sarjana dan berhasil masuk S1. Bahkan saya sindiri malah tak pernah mencicipi pendidikan S1, di akademik saya hanya gelar Bachelor of Arts (BA). Tapi saya tetap bersyukur; Alhamdulillah.

Sebagai bentuk syukur, bersama dengan adik saya dan saudara yang lain serta tokoh masyarakat Desa Alampanjang, kami mempunyai hajat besar mendirikan lembaga pendidikan; sekolah agama Madratsah Aliyah Swasta (MAS).

Sejak berdiri, sudah banyak anak-anak desa menempuh pendidikan di MAS yang dibangun Hasan Basri Jamil BA. (bersambung)***

Dari Penuturan Tokoh Desa Alampanjang; Hasan Basri Jamil, BA (Diwawancarai beberapa waktu lalu)

* Editor: Khairullah (Bermastutin di Pekanbaru)







 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved