Minggu, 28 April 2024
Pekanbaru Raih Juara Umum MTQ XLII tahun 2024 Tingkat Provinsi Riau di Dumai | Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji | Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar | Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka
 
Kesehatan
Vaksinasi Booster Diusulkan Ditunda, Kemenkes akan Bahas dengan Epidemiolog

Kesehatan - - Minggu, 09/01/2022 - 20:46:59 WIB

SULUHRIAU - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menanggapi desakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan terkait penundaan pelaksanaan vaksinasi booster. Menurutnya, desakan tersebut akan dipertimbangkan.

"Ini menjadi salah satu masukan kepada pemerintah untuk kebijakan," kata Siti Nadia dilansir merdeka.com, Minggu (9/1/2022).

Nadia memastikan, desakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan akan dibahas pemerintah bersama para ahli epidemiologi.

"Nanti akan dibahas juga bersama para ahli epidemiologi," ucapnya.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana pemberian vaksin booster untuk masyarakat umum. Desakan ini merujuk pada kondisi vaksinasi dosis satu dan dua di Indonesia belum optimal untuk kelompok masyarakat rentan, terutama warga lanjut usia.

Hingga Kamis (6/1/2022), cakupan vaksinasi dosis kedua masih relatif rendah, yakni 55,58 persen. Vaksinasi lansia dosis penuh juga baru mencapai 42,86 persen. Artinya, masih ada sekitar 6,9 juta lansia yang belum mendapatkan vaksin sama sekali.

Jumlah ini belum termasuk kelompok rentan, seperti warga dengan penyakit penyerta, ibu hamil, masyarakat adat, difabel dan lainnya.

"Rencana ini (pemberian vaksin booster) justru akan menempatkan mereka yang belum mendapatkan vaksin sama sekali semakin rentan terinfeksi dan meningkatkan rasio kematian," kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, Firdaus Ferdiansyah, Minggu (9/1/2022).

Rencana pemerintah menyalurkan vaksin booster juga dianggap akan memicu ketimpangan capaian vaksinasi di daerah. Jika merujuk pada syarat, vaksinasi booster hanya diberikan kepada kabupaten dan kota yang sudah mencapai vaksinasi dosis pertama sebanyak 70 persen dan 60 persen dosis kedua.

Data 7 Januari 2022, hanya terdapat 244 kabupaten dan kota yang mencapai syarat tersebut. Artinya, masih ada 290 kabupaten dan kota yang cakupan vaksinasi dosis penuh kurang dari 60 persen.

"Kondisi ini menunjukkan ketimpangan dalam distribusi dan penerimaan vaksin kepada masyarakat masih terjadi. Padahal, transmisi lokal Omicron sudah berlangsung," ucap relawan LaporCovid-19 ini.

Apabila booster diberikan kepada 244 kabupaten dan kota saja, maka dapat menyebabkan ketidakadilan akses vaksin. Sebab, mereka berpotensi lebih dahulu menerima vaksin booster dibandingkan warga di 290 kabupaten dan kota.

Firdaus mengingatkan, pandemi merupakan krisis kesehatan global, maka perlindungan menyeluruh bagi seluruh warga sangat menentukan keselamatan bersama. Jika hanya sebagian masyarakat telah divaksin mendapatkan kesempatan untuk booster sementara yang lain belum, maka penularan Covid-19 masih sangat mengancam.

Karena itu, pemerintah harus memastikan semua orang mendapatkan perlindungan melalui vaksinasi dosis satu dan dua, sebelum booster diberikan.

"Ingat, no one is safe until everyone is safe (tidak ada yang aman sampai semua orang aman)," ucapnya.

Rencana pemerintah memberikan vaksin booster berbayar bagi warga yang bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan juga dinilai akan menghambat capaian vaksinasi dan tujuan peningkatan kekebalan penduduk. Padahal konstitusi, Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang Wabah Penyakit Menular, dan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, telah memandatkan pemerintah untuk memberikan akses terhadap layanan kesehatan, termasuk vaksinasi yang setara.

"Skema vaksinasi berbayar hanya menguntungkan mereka yang memiliki kemampuan membeli vaksin sedangkan masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan vaksin," kata Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan telah mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, untuk meminta memberikan saran kepada pemerintah Indonesia agar segera menunda rencana pemberian vaksin booster pada 12 Januari 2022, sebelum vaksinasi dosis primer diberikan kepada seluruh target sasaran vaksinasi.

Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan juga mendesak agar vaksinasi diberikan gratis kepada semua warga. Sebab, vaksin adalah barang publik yang tidak boleh diperjualbelikan di masa krisis. Vaksin yang ada saat ini didapat secara gratis dari kerja sama bilateral antarnegara dan kerja sama multilateral, serta pembelian langsung menggunakan dana APBN.

Sumber: merdeka.com
Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved