Sabtu, 04 Mei 2024
KPU Riau Siap Mutakhirkan 4.854.034 DP4 untuk Pilkada 2024 | Keji, Suami Pelaku Mutilasi Istri Sempat Tawarkan Daging Korban ke Ketua RT | Hebat!, 10 ribu Penari Riau Pecahkan Rekor Muri di Gebyar BBI BBWI Provinsi Riau 2024 | Gebyar BBI/BBWI dan Lancang Kuning Carnival Prov Riau Perhelatan Spektakuler, Pj Gubri: Ini Potensi | KPU Riau Siap Hadapi Gugatan PHPU di MK Secara Profesional dan Adil | Pj Ketua TP PKK Provinsi Riau Bersama ASPEKUR Bagikan 1.000 Paket Makanan Sehat+Susu
 
Sosial Budaya
Khawatir Timbulkan Fitnah pada Ulama, MUI Minta Hapus Pasal Santet di RKUHP

Sosial Budaya - - Kamis, 13/10/2022 - 11:49:20 WIB

SULUHRIAU- Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Neng Djubaedah meminta Pasal mengenai santet alias ilmu gaib dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru dihapus.

Usulan itu disampaikan dalam Mudzakarah Hukum Nasional dan Hukum Islam yang membahas 14 isu krusial RUU KUHP pada hari Rabu (12/10/2022).

MUI khawatir pasal terkait santet menimbulkan fitnah kepada ulama yang oleh masyarakat setempat dipercaya dapat mengobati.

"MUI khawatir ulama tersebut justru dituduh sebagai tukang sihir, padahal dalam Surat Yunus ayat 57 dan Al-Isra' ayat 82 ditegaskan bahwa Alquran dapat menjadi penyembuh, " ujar Neng dalam keterangan resminya di laman resmi MUI dikutip Kamis (13/10/2022).

Selain Pasal Santet ada juga beberapa hal yang menjadi masukan MUI kepada pemerintah dari hasil Mudzkarah terkait RKUHP ini.

Sebagai informasi, pasal santet masih diatur di Pasal 252 draf RKUHP terbaru. Pasal tersebut tetap memuat dua ayat.

Di ayat pertama berbunyi, "Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Kemudian, di ayat kedua berbunyi "Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga)."

Di sisi lain, Neng mendukung pasal tentang penodaan agama tetap diatur dalam RKUHP. Pasal penodaan agama itu tertuang dalam pasal 302 RKUHP mengancam penista agama dengan hukuman penjara hingga 5 tahun. Sanksi denda pun membayangi pelaku hal tersebut.

"Mengenai penodaan agama, MUI mengusulkan pasal ini tetap. Banyak muslim yang masih merasa tidak enak hati bila agamanya dinodai, " ujarnya.

Kemudian, Neng juga mendukung pasal perzinaan tetap diatur dalam RKUHP. Namun, Ia mengusulkan ada perubahan mengenai delik aduan. Bahwa orang yang berhak mengadu tidak hanya orang tua, anak, suami dan atau istri, melainkan perlu ada tambahan anggota masyarakat yang rasa keadilan dan rasa kesusilaannya terganggu, terutama misalnya aduan tokoh masyarakat setempat.

Neng juga mengusulkan pasal terkait kohebitasi atau kumpul kebo agar hukumannya lebih diperberat. MUI menilai hukuman enam bulan untuk kohebitasi, sementara pelaku zina dijerat satu tahun.

"Itu akan membuat masyarakat lebih memilih melakukan kohebitasi daripada zina karena hukumannya lebih ringan," kata dia.

Neng juga berpendapat pasal terkait pidana mati dan pasal penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden tetap dipertahankan di RKUHP. "MUI mengusulkan pasal ini tetap harus dipertahankan," kata dia.

Sumber: MUI.or.id
Editor: Khairul









 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved