Minggu, 28 April 2024
UMRI Puncaki Proposal Lolos Terbanyak Program P2MW Kemendikbudristek Tahun 2024 | Mandi di Sungai Desa Kualu Nenas, Bocah 9 Tahun Tenggelam dan Ditemukan Meninggal | HUT ke-78 TNI AU, Ribuan Warga Antusias Saksikan Berbagai Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbar | Pekanbaru Raih Juara Umum MTQ XLII tahun 2024 Tingkat Provinsi Riau di Dumai | Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji
 
Kesehatan
Buntut Kasus Gagal Ginjal Akut, Pakar: BPOM Harus Direformasi

Kesehatan - - Minggu, 23/10/2022 - 14:07:55 WIB
Petugas mengumpulkan berbagai jenis merek obat sirop yang dilarang dijual untuk sementara waktu di salah satu apotek, Kendari, Kendari, Sulteng, (ANTARA FOTO)

TERKAIT:

SULUHRIAU- Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra mendorong reformasi terhadap Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Azmi mengkritik pedas BPOM yang gagal menjalankan fungsi pengawasannya. Hal ini menyusul beredarnya 102 merek obat sirop yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut progresif atipikal di Indonesia.

"(BPOM) harus direformasi dan bertanggungjawab atas beredarnya zat kimia dalam beberapa obat sirup yang berbahaya bagi kesehatan anak dan keselamatan manusia yang kini produk obat tersebut telah ditarik," kata Azmi dalam keterangannya dikutip dari republika.co.id Minggu, (23/10/2022).

Azmi menilai keadaan ini menunjukkan BPOM telah gagal menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya. Ia menyayangkan bahwa BPOM tidak melakukan antisipasi dan pengujian lebih lanjut atas obat yang telah beredar.

"Artinya BPOM melakukan kelalaian dalam kinerja fungsinya," ujar Azmi.

Sehingga Azmi menuntut BPOM bertanggungjawab atas ditemukannya obat sirup yang mengandung bahan zat kimia berbahaya yang tercemar etilen glikol.

"Sanksinya bukan saja pencopotan kepala BPOM, namun harus mereformasi sistem pengawasan dan kinerja dari BPOM yang ternyata tidak efektif termasuk dimintai tanggung jawab secara pidana," lanjut Azmi.

Azmi mengamati dengan adanya nomor izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM menjadi tanda produk tersebut layak dan aman dikomsumsi. Sehingga BPOM yang mengeluarkan perizinan kepada perusahaan yang telah melewati uji tes bahwa produk yang mereka keluarkan tidak akan membawa efek buruk bagi tubuh manusia.

"Dengan kalimat sudah terdaftar di BPOM  menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk konsumsi yang ditawarkan sudah pasti aman, namun faktanya BPOM gagal, terkesan uji yang dilakukan BPOM tidak cermat dan pengawasan yang minimal," tegas Azmi.

Azmi juga menyatakan BPOM mempunyai fungsi menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makananm Termasuk fungsi pengawasan sebelum beredar berkaitan dengan tindakan pencegahan untuk menjamin produk obat maupun makanan yang akan beredar sesuai standa dan syarat keamanan.

"Sementara fungsi pengawasan setelah beredar berkaitan tindakan untuk memastikan bahwa produk konsumsi tetap terjamin standar dan syarat keamanannya, " sebut Azmi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, hingga Jumat (21/10/2022) sudah ada 133 kematian akibat gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI).

Kemenkes pun mengimbau penyetopan segala obat berbentuk cair atau sirup menyusul adanya laporan pasien anak dengan gangguan gagal ginjal akut terdeteksi terpapar tiga zat kimia berbahaya yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Edotor: Jandri






 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved