Minggu, 28 April 2024
HUT ke-78 TNI AU, Ribuan Warga Antusias Saksikan Berbagai Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbar | Pekanbaru Raih Juara Umum MTQ XLII tahun 2024 Tingkat Provinsi Riau di Dumai | Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji | Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar | Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang
 
Sosial Budaya
Bijak Memahami Tahun Baru

Sosial Budaya - - Jumat, 29/12/2023 - 06:40:17 WIB

PENGERTIAN dan perhitungan tahun tidak terlepas dari keyakinan agama tertentu, oleh karenanya perayaan pergantian tahun juga sangat erat berhubungan dengan ajaran agama yang membawanya.

Bagi masyarakat Indonesia yang telah lama hidup rukun berdampingan antar pemeluk agama yang berbeda, perbedaan itu tidak menjadi pemisah. Namun perbedaan perayaan tahun baru yang berbeda itu menjadi berkah, karena setiap tahun baru menjadi hari libur nasional,

Indonesia terdiri atas penduduk yang memeluk berbagai macam agama atau kepercayaan. Keberagaman tersebut turut menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam perayaan tahun baru. Secara resmi, tercatat sedikitnya ada 4 jenis perayaan tahun baru di Indonesia. Mulai dari tahun baru masehi, tahun baru Imlek, tahun baru Hijriah dan tahun baru Saka.

Tahun Baru Masehi

Tahun baru masehi adalah pergantian tahun dalam sistem penanggalan kalender masehi. Kalender yang dipakai diseluruh dunia saat ini, termasuk Indonesia. Kapan tahun baru masehi dirayakan?.

Awal tahun baru masehi adalah pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya. Tahun baru masehi biasa dirayakan pada malam hari pada tanggal 31 Desember menjelang dini hari tahun baru pada tanggal 1 Januari.

Ditilik dari sejarahnya, asal usul perayaan tahun baru masehi dimulai sejak 4.000 tahun lalu atau 2.000 tahun sebelum Masehi. Perayaan tersebut dicetuskan oleh bangsa Babilonia Kuno untuk menghormati kedatangan tahun baru. Mereka berpatokan pada penanggalan bulan pertama perpotongan lingkaran ekuator dan ekliptika (vernal equinox).

Sehingga perayaan tahun baru dimulai saat pergantian musim, tepatnya pertengahan bulan Maret.


Berkaitan dengan asal usul perayaan tahun baru Masehi yang kini ditetapkan setiap tanggal 1 Januari. Berbeda dari tradisi Babilonia kuno, penetapan 1 Januari sebagai penanggalan tahun baru dikembangkan oleh bangsa Romawi Kuno. Keputusan ini ditetapkan oleh Kaisar Romawi bernama Julius Caesar.

Tahun Baru Imlek


Tahun baru Imlek atau tahun baru Cina. Ada berbagai macam sebutan lain tahun baru ini, seperti "Chinese New Year", "Guo Nian", "Xin Jia", atau "Sincia". Tahun baru Imlek adalah pergantian tahun dalam sistem penanggalan Cina. Melansir situs Kemenag, tahun baru Imlek merupakan tahun baru pada penanggalan petani (nongli) atau Kongzi li.

Dilansir situs Kebudayaan Kemdikbud, sejarah tahun baru Imlek telah ada sejak 4.000 tahun lalu. Seiring dengan perkembangan zaman, terbentuk berbagai tradisi perayaan Imlek secara turun-temurun sampai saat ini yang dirayakan bagi penganutnya, termasuk orang Tionghoa di Indonesia.

Penentuan tahun baru Imlek ini berdasarkan penanggalan Cina yakni peredaran bulan, sehingga penentuan awal tahunnya berbeda dengan penentuan pada tanggalan masehi yang biasa dipakai. Tahun baru Imlek di Indonesia juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Tahun Baru Hijriah

Tahun baru Hijriah atau tahun baru Islam. Tahun baru Hijriyah adalah pergantian tahun dalam kalender Hijriah atau sistem penanggalan Islam. Tahun baru hijriyah atau tahun baru Islam merupakan salah satu momen penting bagi umat muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Sejarah tahun baru Hijriah ini merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Makkah ke Madinah. Melansir situs resmi Al Ain University, sejarah penentuan awal tahun baru Islam itu diprakarsai oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Penentuan tahun baru Hijriah berdasarkan penanggalan Hijriah atau Islam yang berdasarkan siklus peredaran bulan. Sehingga penentuan awal tahunnya berbeda dengan penentuan pada tanggalan masehi yang biasa dipakai.

Tahun Islam disebut juga dengan  tahun Hijriyah atau tahun Qamariyah. Tahun Ini menggunakan rotasi dan peredaran Bulan sebagai patokannya. Inilah yang membedakannya dengan penanggalan masehi, yang patokannya matahari.

Penetapan penanggalan Islam ini terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah dijadikan sebagai patokan awal tahun baru Islam.

Satu tahun Hijriyah terhitung 354 atau 355 hari. Hal inilah yang menyebabkan 1 tahun kalender Hijriyah lebih pendek dibanding dengan 1 tahun kalender Masehi yang terdiri dari 365 hingga 366 hari.

Tahun Baru Saka

Terakhir ada tahun baru Saka. Peringatan tahun baru Saka ini biasa diperingati dengan Nyepi, yakni hari raya umat Hindu untuk memperingati tahun baru Saka. Tahun baru Saka adalah pergantian tahun berdasarkan sistem penanggalan kalender Saka.

Kalender Saka adalah sistem penanggalan atau kalender yang berasal dari India, yang juga digunakan oleh sebagian masyarakat Hindu di Indonesia seperti di Bali.

Penentuan tahun baru Saka berdasarkan penanggalan India ini memiliki penentuan awal tahun yang berbeda dengan penentuan pada tanggalan masehi yang biasa dipakai. Perayaan tahun baru Saka di Indonesia juga ditetapkan sebagai hari libur nasional yakni libur nasional Hari Raya Nyepi.

Pada hari raya Nyepi, umat hindu memilih untuk berdiam diri di rumah dan beribadah tanpa melakukan aktivitas lain termasuk ke luar rumah. Hari Raya Nyepi merupakan pergantian tahun Saka (Saka Warsa) yang dirayakan setiap setahun sekali, yang jatuh pada sehari sesudah tilem sasih kesanga pinanggal ping 1 Sasih Kedasa.

Menyikapi Perbedaan Perayaan Tahun Baru

Dikutip dari NU Online, di dalam kitab suci Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW syariat Islam telah mengatur tentang bagaimana cara menyikapi tahun baru masehi bagi umat Islam.

Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyikapi tahun baru masehi bagi umat Islam:

Tidak Turut dalam Perayaan Semua Tahun Baru

Cara yang paling utama dalam menyikapi tahun baru Masehi, Imlek dan Saka bagi umat Islam adalah, meninggalkan perayaan tersebut dan tidak larut dalam momen perayaan pergantian tahun. Cara ini adalah cara yang paling selamat, agar kita tidak terjerumus pada kubangan kemaksiatan yang terjadi pada momen perayaan tahun baru.

Abu Ubaidah Raḍiallahu ‘Anhu meriwayatkan hadis bahwa Rasulullah Ṣallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud)

Toleran ke yang Merayakan

Dalam menyikapi tahun baru Masehi, Imlek dan Saka  bagi umat Islam adalah membiarkan umat Nasrani merayakannya.

Pembiaran ini merupakan sikap toleransi dimana seorang muslim tidak ikut campur, tidak melarang kaum kafir, dan tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu keributan dan kerusakan.

Hal ini merupakan prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin yang diajarkan oleh Islam. Prinsip ini merupakan sikap toleransi, dimana seorang muslim membiarkan kaum kafir untuk melakukan berbagai ibadah dan perayaan menurut kepercayaannya, serta tidak turut serta dalam memeriahkan atau mengucapkan selamat.

Allah Subḥanahu Wa Ta’ala berfirman,
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun 109: 06)

Berdoa Memohon Perlindungan Allah SWT

Cara yang dapat dilakukan dalam menyikapi tahun baru Masehi, Imlek dan Saka bagi umat Islam adalah berdo’a memohon perlindungan kepada Allah Subḥanahu Wa Ta’ala.

Setelah segala bentuk usaha dan ikhtiar dilakukan, hal selanjutnya yang perlu dilakukan oleh seorang muslim adalah berdo’a.

Berdo’a kepada Allah Subḥanahu Wa Ta’ala memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari fitnah dunia, khususnya fitnah-fitnah yang dapat terjadi pada momen perayaan tahun baru.

Rasulullah Ṣallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan kepada kita sebuah do’a memohon perlindungan dari siksa Neraka, siksa Kubur, fitnah kehidupan dan fitnah setelah mati, serta dari kejahatan finah Dajjal.

Begitulah cara bijak umat Islam menyikapi perayaan Tahun Baru Masehi, Imlek dan Saka, sikap umat Islam adalah sama, prinsip Tidak ikut, Toleran dan Berdoa itulah yang harus dilakukan, agar kehidupan beragama tidak menjadi abu-abu dengan mengikuti semua pesta perayaan tahun baru.

Tahun Baru yang empat kali dirayakan umat beragam di Indonesia adalah suatu anugrah keberagaman yang harus dijaga, dengan prinsip Tahun Baru Ku, dan Kamu Beda namun kita nikmati dengan libur Bersama. (*)

Penulis adalah Ka subbag TU Kantor Kemenag Kota Pekanbaru. (Isi tulisan sepenuhnya tanggungjawab penulis)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved