Sabtu, 27 April 2024
Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar | Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis! | Peringatan 78 Tahun TNI AU Masyarakat Riau akan Disuguhi Aneka Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin | SULUHRIAU, Pekanbaru – Ribuan pendaftar calon anggota Polri dari 12 kabupaten/kota memenyhi halama
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Rahasaia Pensyariatan Ibadah Puasa

Religi - - Senin, 18/03/2024 - 08:51:13 WIB

SATU pertanyaan penting yang sering diajukan kepada kita adalah “Kenapa ibadah puasa Ramadhan diwajibkan kepada umat manusia?”

Perta-nyaan ini cukup berat untuk dijawab. Sebab, ini ada- lah rahasia dari Allah swt sendiri. Karenanya, hanya Allah saja yang mengetahui secara pasti atas man- faat dan kegunaannya.

Sungguhpun demikian, tidak ada salahnya kalau kita berikhtiar mencari beberapa alternatif jawaban, untuk menambah ke- yakinan kita dalam mengamalkan ajaran yang luar biasa ini. Selain itu, tentunya juga untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.

Sebab, setiap noktah ajaran agama, jika semakin dikaji, semakin berkem- bang pula ilmu pengetahuan agama tersebut. Kita perlu menyadari bahwa sesungguhnya diantara nama-nama Allah Ta’ala Yang Indah adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana). Pecahan kata Al-Hakim adalah “Al-Hukmu” dan “Al-Hikmah”.

Oleh karena- nya, maka hanya milik Allah semata semua hukum- Nya, dan hanyalah Allah semata pula yang berhak untuk menetapkannya. Selain itu, hukum-hukum- Nya Allah SWT itu sarat dengan hikmah, kesempurnaan dan ketelitian.

Hukum-hukum yang ditetapkannya, dapat dipastikan tidak ada satupun yang sia-sia, semuanya mengandung hikmah. Hanya saja terkadang, ilmu umat manusia tidak dapat menangkap hikmah yang terkandung di balik perintah ibadah puasa itu.

Perlu juga diketahui bahwa sesungguhnya pada setiap hukum Allah pasti mengandung hikmah- hikmah yang agung. Terkadang kita dapat mengetahuinya, baik melalui firmannya, sunnah Rasul- Nya, maupun melalui akal sehat dengan bantuan ilmu pengetahuan.

Namun terkadang akal kita tidak dapat menjangkaunya, karena keterbatasan analisis dan daya nalar umat manusia. Terkadang kita dapat mengetahuinya sebagian, sedangkan sebagian besar yang lainnya masih banyak yang tersembunyi.

Ini adalah tugas setiap umat, tanpa kecuali, untuk melakukan kajian dan analisis, sebab setiap diri umat Islam berkewajiban untuk mempelajari ajaran aga- manya secara mendalam, dengan baik dan benar.

Hikmah paling besar dari ditetapkannya syariat tentang ibadah puasa Ramadaahan adalah untuk mencapai derajat tertinggi di sisi Allah SWT, yaitu derajat muttaqin.

Melaksanakan ibadah puasa Rama- dhan adalah sarana utama untuk merealisasikan ketaqwaan. Taqwa adalah menjalankan segala apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala yang menjadi larangan-Nya.

Maka puasa adalah di antara sebab yang membantu seorang hamba menjalankan perintah-perintah agama, untuk selan- jutnya meraih derajat tertinggi. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Qs. Al-Baqarah : 183).

Para ulama bersepakat bahwa hikmah tertinggi dari penetapan kewajiban berpuasa kepada umat manusia adalah sebagaimana disebutkan oleh Al- lah SWT tersebut di atas, yakni mencapai derajat taqwa.

Namun demikian, pada kesempatan ini penulis ingin menguraikan tentang rahasia-rahasia penting dibalik penetapan kewajiban ibadah puasa Ramadhan. Sebahagian di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, Sarana untuk mengetahui dan mensyu- kuri nikmat Allah SWT. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan berhubungan badan.

Ini adalah kenikmatan tertinggi, karena dengan menahan diri dari menikmati nikmat tersebut, pada waktu tertentu, akan membuatnya mengetahui nilai nikmat tersebut.

Karena kenikmatan sesuatu yang tidak diketahui (nilainya), dan baru diketahui kalau dia hilang. Maka hal itu akan membantunya untuk memenuhi haknya dengan mensyukurinya. Allah SWT bahkan menjanjikan akan menambah nikmat tersebut kepada setiap hamba yang mau menyukuri nikmat-Nya. Hal itu sesuai firman-Nya:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Q.S. Ibrahim: 7).

Kedua, menumbuhkan sifat kasih sayang dari orang kaya terhadap orang fakir miskin, sebab or- ang yang berpuasa akan merasakan langsung, betapa beratnya lapar beberapa saat, sementara ma- kanan dan minuman tersedia sebanyak-banyaknya.

Dalam kondisi lapar ini, ia akan teringat orang yang merasakan kondisi seperti ini sepanjang waktu, yakni fakir miskin yang terkadang sehari makan sehari tidak.

Dengan demikian maka seseorang yang berpuasa, akan segera menyantuni, menyayangi dan berbuat baik kepada fakir miskin tersebut. Dengan demikian, maka melaksanakan ibadah puasa, dapat menjadi sarana ataupun sebab untuk menyayangi dan melindungi fakir miskin, sebagaimana menya- yangi dirinya sendiri.

Ketiga, sarana pendidikan dan latihan (diklat) untuk meninggalkan sesuatu yang haram. Karena jika jiwa mampu diarahkan untuk menahan dari yang halal demi mengharap ridha dan takut akan pedihnya siksaan.

Maka, dia akan lebih mampu lagi diarahkan untuk menahan dari yang haram. Maka berpuasa adalah sebab untuk lancarnya menahan diri dari sesuatu yang diharamkan Allah.

Banyak hal-hal yang diharamkan oleh Allah, namun banyak pula di antara manusia yang melanggarnya. Untuk itu, maka diperlukan semacam diklat untuk dapat menahan diri dari yang haram, dengan terlebih dahulu menahan diri dari yang halal.

Keempat, mengalahkan dan melemahkan setan, dimana pekerjaan utamanya membisikkan keburukan dan sekaligus menjerumuskan umat manusia, dari rel kebenaran, sehingga umat manusia senantiasa bergelimang dalam kejahatan dan potensinya melemah untuk menolak kemaksiatan.

Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan setan masuk ke tubuh Anak Adam lewat pembuluh darah, sebagai- mana dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam haditnya.

Dengan berpuasa, tempat masuk setan akan menyempit dan akhirnya melemah dan mengurangi gerakannya. Sebab, darah sedang tidak dialiri makanan, membuat tubuh menjadi lebih ringan, lebih nikmat, dan sehat.

Kelima, Mengalahkan dan bahkan mengarahkan hawa nafsu untuk berbuat kebaikan. Jiwa dan atau diri manusia, ketika dia kenyang, maka dia akan menghidupkan syahwat, menginginkan segala-galanya, baik yang menjadi haknya maupun yang haknya.

Sebaliknya, kalau jiwa dan atau diri ma- nusia lapar, maka akan dapat menahan apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Hal inilah yang di- maksudkan oleh Nabi SAW dalam sabda-Nya:

Yâ ma’syara l-syabâbi mani s-tathâ’a minkumu l-bâ’u falyajawwaj, wa man lam yastathi’ fa’alaihi bi-sh-shaumi, fainnahu lahu wijâ’un.

Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah (baik secara biologis maupun bekal materi) , maka (bersegerahlah) menikah.

Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, sebab puasa dapat dapat menjadi benteng baginya (dari menahan pandangan dan menjaga kemaluan. (HR. Bukhari).

Keenam, membiasakan diri seorang mukmin larut dalam melakukan dan menikmati ketaatan kepada sang Khaliq, seperti shalat sunnah, shalat berjamaah, iktikaf di Masjid, tadarus dan tadabbur Alquran, menghadiri majelis taklim, memperbanyak dzikir dan fikir, menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Memang diakui bahwa orang yang sedang berpuasa pada umum- nya banyak melakukan ketaatan dan kebajikan, sehingga diharapkan pada akhirnya menjadi terbiasa berbuat ketaatan dan kebajikan tersebut.

Memang diakui bahwa salah satu penyakit kita adalah, ketika sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, kita rajin ke Masjid, rajin sholat malam, rajin membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.

Sebaliknya, ketika Ramadhan berakhir, maka berakhir pulalah semua kebiasaan-kebiasaan baik diinginkan oleh hawa nafsunya. Hal inilah yang di- maksudkan oleh Nabi SAW dalam sabda-Nya:

Yâ ma’syara l-syabâbi mani s-tathâ’a minkumu l-bâ’u falyajawwaj, wa man lam yastathi’ fa’alaihi bi-sh-shaumi, fainnahu lahu wijâ’un.

Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kamu yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah (baik secara biologis maupun bekal materi) , maka (bersegerahlah) menikah. Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, sebab puasa dapat dapat menjadi benteng baginya (dari menahan pandangan dan menjaga kemaluan. (HR. Bukhari).

Keenam, membiasakan diri seorang mukmin larut dalam melakukan dan menikmati ketaatan kepada sang Khaliq, seperti shalat sunnah, shalat berjamaah, iktikaf di Masjid, tadarus dan tadabbur Alquran, menghadiri majelis taklim, memper- banyak dzikir dan fikir, menghindarkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh-Nya.

Memang diakui bahwa orang yang sedang berpuasa pada umum- nya banyak melakukan ketaatan dan kebajikan, sehingga diharapkan pada akhirnya menjadi ter- biasa berbuat ketaatan dan kebajikan tersebut. Memang diakui bahwa salah satu penyakit kita adalah, ketika sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, kita rajin ke Masjid, rajin sholat malam, rajin membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.

Sebaliknya, ketika Ramadhan berakhir, maka berakhir pulalah semua kebiasaan-kebiasaan baik mampu untuk melaksanakannya, maka dapat di- pastikan, ketika dia berdiri sendiri, apalagi di kala sunyi, pasti dapat meninggalkan larangan Allah, sebab dia menyadari bahwa dirinya dalam peng- lihatan dan pengawasan Allah.
Wallahu a’lam. ***

Penulis: Dr. H. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A.
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved