Jum'at, 29 Maret 2024
PHR Kembali Gelar Lomba Karya Jurnalistik PENA untuk Wartawan Riau | Mesjid Taqwa Muhammadiyah Tuah Madani Gelar Shalat Jumat Perdana | Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu
 
Sosial Budaya
Kemenkum HAM RI Nyatakan Batik yang Diklaim Pengusaha Bandung Milik Riau

Sosial Budaya - - Selasa, 13/04/2021 - 13:12:24 WIB

SULUHRIAU - Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) RI telah mengeluarkan surat, menyatakan bahwa motif yang selama ini dijadikan sebagai landasan aduan pengusaha asal Bandung kepada Ibu ES adalah milik komunal masyarakat Riau dan tidak dapat diklaim secara individu.

Hal tersebut dinyatakan kuasa hukum Ibu ES, Topan Meiza Romadhon SH., MH., beserta tim.

Untuk diketahui, kasus hak cipta tersebut, Ibu ES dilaporkan dan dijadikan tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Riau.

“Alhamdulillah, kita sudah memegang surat dari Direktur Hak Cipta dan Desain Industri yang menanggapi surat kita terdahulu, bahwa motif-motif yang selama ini diklaim secara individu merupakan milik komunal atau milik masyarakat Riau. Dalam poin pertama surat dimaksud, disebutkan bahwa, motif-motif batik khas Melayu Riau tersebut telah lama dipergunakan oleh masyarakat adat Riau atau turun temurun, termasuk dalam klasifikasi ekspresi budaya tradisional dipegang oleh negara, dan negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional. Hal ini sesuai dengan pasal 38 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta,” jelas Topan.

Menurutnya, sikap Direktur Hak Cipta dan Desain Industri tersebut, mestinya disambut positif oleh Gubernur Riau dengan melakukan tindakan penyelamatan motif-motif melayu Riau.

“Banyak hal yang dapat dilakukan oleh Gubernur Riau guna menindaklanjuti surat Direktur Hak Cipta dan Desain Industri ini, diantaranya bersama LAM Riau membentuk Tim Penyelamat Ekspresi Budaya Melayu Riau, dan tim kami sedianya membantu pekerjaan tersebut. Agar tidak terulang kembali masalah serupa di kemudian hari,” jelasnya.

Alumni Universitas Islam Indonesia ini, menambahkan, dengan susunan pengacara antara lain Muhammad Irdano, SH., Ibrar, SH., Serta Susi Susanti, SH., kembali melakukan pendampingan terhadap Ibu ES (60 tahun), Andro Dini Pahlawan ST., serta Hanum Novita, SE yang dipanggil sebagai sebagai saksi oleh Polda Riau, serta saksi pelapor pemerasan yang diduga dilakukan oleh kuasa pelapor pengusaha garmen asal Bandung dalam kasus pendistribusian ciptaan.

"Pendampingan terhadap keluarga Ibu ES yang merupakan korban atas dugaan pemerasan oleh saudara BC, merupakan kuasa pelapor pengusaha garmen asal Bandung, juga berprofesi sebagai distributor kain batik Riau dengan motif yang sama yang diedarkan oleh Ibu ES, tetap kita kawal," ungkapnya.

Sebagai informasi, pemeriksaan terhadap keluarga Ibu ES dilakukan di Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Riau terkait Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Pemerasan yang diduga dilakukan oleh BC kepada Ibu ES.

Menurut Muhammd Irdano, SH., pemeriksaan yang dilakukan terfokus dengan dugaan tindak pidana pemerasan yang diduga dilakukan oleh BC yang telah meminta uang perdamaian sebanyak Rp 150.000.000.

“Namun setelah Ibu ES membayarkan uang perdamaian tersebut, dibuat dan ditandatanganilah surat perdamaian yang semestinya diikuti dicabutnya laporan terhadap Ibu ES di Ditreskrimsus Polda Riau terkait dengan Hak Cipta,” jelasnya.

Akan tetapi, setelah ditandatanganinya surat perdamaian tersebut, BC kembali meminta uang sebesar Rp 500.000.000 dengan janji bahwa pelaporannya pada Ditreskrimsus Polda Riau terkait Hak Cipta tersebut akan benar-benar dicabut.

“Semoga dengan diadukannya terduga pelaku pemerasan ini ke Polda Riau, serta dikeluarkannya surat Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, dapat membuka motif kejahatan yang diduga dilakukan oleh mereka kepada Ibu ES. Dan kami tetap berharap, Gubernur Riau mengeluarkan sikap tegas terhadap tindakan apa yang akan dilakukan bersama-sama LAM Riau, Dekranasda Riau, serta komponen masyarakat lainnya, guna menyelamatkan motif batik Riau,” ujar Ibrar, SH., salah satu pengacara yang juga ikut mendampingi keluarga Ibu ES.

Seperti diberitakan sebelumnya terkait kasus klaim batik ini,  Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Riau serta PWI Riau menyampaikan protes dan keberatan terkait dengan adanya motif Melayu Riau dipatenkan pengusaha konveksi dari Bandung, Jawa Barat.

"Kita dari LAM Riau segera menyurati Kementerian Hukum dan HAM, terkait didaftarkannya motif Melayu Riau di Direktorat HAKI oleh pengusaha asal Bandung," tegas Ketua LAMR Datuk Seri H Alazhar dalam Konferensi Pers di Gedung LAMR Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Selasa (23/3/2021).

Hadir juga dalam kesempatan itu mantan Ketua LAM Pelalawan Datuk Tengku Edi Sabli, Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang, perwakilan Dekranasda Riau Dahroni serta aktivis Pemuda Riau Rinaldi Sutan Sati.

Protes dan keberatan LAMR serta Dekranasda bermula dari peristiwa seorang guru budaya Melayu disalah satu SMK di Pekanbaru berinisial ES, terpaksa berurusan dengan polisi, bahkan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau.

Kasus yang menimpa ES adalah persoalan bisnis kain batik bermotif Melayu Riau yang merupakan hak komunal masyarakat Melayu Riau.

Di hadapan datuk-datuk pengurus LAM Riau, Ibu ES menceritakan bahwa sebelumnya dia bekerjasama dengan salah seorang pengusaha di Kota Bandung untuk mencetak baju batik dengan motif Melayu Riau untuk anak-anak sekolah.

Namun pada tahun 2017 dan 2018, ES memutuskan kerjasama dengan pengusaha dari Kota Bandung tersebut karena harga yang diberikan terlalu mahal. Sementara baju batik tersebut akan dipasarkan ke sekolah-sekolah di Riau.

ES pun tak menyangka, akibat pemutusan kerjasama ini pengusaha di kota Bandung tersebut akhirnya mengklaim bahwa motif batik hak komunal masyarakat Melayu tersebut didaftarkan di Kemenkumham di Jakarta untuk mendapatkan HAKI.

Sementara Dekranasda Riau pada tahun 2007  lalu telah mendaftarkan 44 motif batik Melayu di Kemenkumham Jakarta dan telah mendapatkan Sertifikat HAKI termasuk motif Melayu yang diklaim dan diaftarkan pengusaha asal Bandung tersebut.

Hal tersebut disampaikan Dahroni Pengurus Dekrenasda Riau sambil melihatkan bukti-bukti fisik kepada wartawan yang mengikuti konfrensi Pers di Gedung LAM Riau.

Menurut ES, pengusaha garmen dari kota Bandung itu memberikan kuasa kepada salah seorang pengusaha tekstil di Pekanbaru untuk diajak berdamai serta meminta uang Rp.150 juta. Permintaan tersebut dikabulkan ES.

"Setelah ditunggu-tunggu, kesepakatan perdamaian untuk mencabut laporannya tak dilaksanakan oleh pengusaha tekstil di Pekanbaru. Sehingga kasusnya terus dilanjutkan pihak dirkrimsus Polda Riau dengan akhirnya saya berstatus tersangka," kata ES kepada wartawan di Pekanbaru.

Tidak cukup dengan Rp150 juta, pengusaha tekstil di Pekanbaru selaku yang diberi kuasa oleh pengusaha dari Bandung itu juga memintanya uang Rp.500 juta untuk perdamaian terakhir. Namun, permintaan tersebut ditolak ES.

Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAM Riau Datuk H. Al Azhar mengatakan kasus ini aneh kalau mengikut alur dan patut budaya melayu. "Kita tidak mau hak komunal Melayu Riau dipatenkan milik pribadi," Kata Al Azhar.

Ditambahkan Al Azhar LAM Riau akan berkirim surat ke Kemenkumham untuk membatalkan HaKi yang diklaim oleh pengusaha garmen dari Bandung tersebut.

Al Azhar menyebutkan apa yang dilaksanakan Dekrenasda Riau untuk mempatenkan motif batik Riau pada tahun 2007 lalu sudah sangat tepat. Karena Dekrenasda Riau adalah representasi LAM Riau sebagai lembaga pemerintah provinsi Riau.

Motif batik-batik komunal budaya melayu Riau ini juga telah dibukukan pemerintah secara rapi dengan dua bentuk yaitu berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Buku-buku motif batik melayu ini telah disebar luaskan ke seluruh provinsi di Indonesia sebagai bentuk promosi daerah Riau.

Hal senada juga disampaikan mantan Ketua LAM Pelalawan T. Edi Sabli yang saat ini menjadi pengurus LAM Riau.

Edi Sabli hadir pada saat konferensi pers memperkuat keterangan ES. Sebab sebelum baju batik dengan motif Melayu ini dipakai oleh pelajar di sekolah, ES telah berkoordinasi dengannya dan membuat surat persetujuan.

Sebab salah satu motif batik itu berasal dari Kabupaten Pelalawan.

"Disayangkan jika diklaim secara pribadi. Kembalikan Hak Komunal masyarakat melayu Riau. Kalau memang perusahan di Bandung menempuh jalur hukum, maka kita akan dukung dengan jalur hukum. Karena negara kita negara hukum," Kata Edi Sabli.

Sikap tegas demi menjaga marwah Riau atas kasus ini disampaikan Ketua PWI Riau H Zulmansyah Sekedang. Dia meminta pihak pengusaha Bandung untuk mencabut laporannya selambat-lambatnya 3 x 24 jam terhadap Ibu ES.

Pasalnya, motif batik Melayu yang diklaim pengusaha tersebut sebagai miliknya sebagai awal mula perkara, ternyata sudah didaftarkan Dekranasda Riau sejak 2007 lalu.

Kalau tidak mau mencabut laporan, PWI Riau mendorong LAMR dan Dekranasda Riau untuk mengambil langkah-langkah hukum terhadap pengusaha Bandung, sekaligus sebagai upaya untuk mempertahankan kekayaan budaya daerah Riau agar tidak diambil pihak lain.

Dia menilai, kasus yang dihadapi Ibu ES sangat menyedihkan. Karena Ibu ES sudah berusaha dan bersusah payah untuk membangkitkan warisan Melayu Riau dan melestarikannya tiba-tiba tersandung kasus hukum. "Ibu ES ini harus kita bela bersama-sama," tegas Zulmansyah. (*)

Sumber: cakaplah.com, suluhriau.com
Editor: Jandri






 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved