Jum'at, 29 Maret 2024
Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu | Koramil 02 Rambah Kodim 0313/KPR Rohul Berbagi Takjil pada Masyarakat | Tak Patut Ditiru, Viral Video Pungli Trotoar untuk Hindari Kemacetan
 
Internasional
Sikap Negara-Negara Asia Tengah Terhadap Taliban Berubah

Internasional - - Selasa, 24/08/2021 - 16:15:42 WIB

SULUHRIAU- Pengamat menilai mungkin kehadiran militer Amerika Serikat (AS) di kawasan cukup menggoda bagi negara-negara Asia Tengah walaupun akan ada halangan dari Rusia dan China.

Tapi tetangga tetangga Afghanistan juga harus mempersiapkan diri menghadapi realita yang baru di kawasan.

Banyak pemerintah negara-negara Asia Tengah yang menerapkan kebijakan untuk sekularisasi pemerintah mereka karena khawatir dengan radikalisasi yang disebabkan Taliban. Tapi dalam beberapa tahun terakhir sikap mereka ke kelompok itu cenderung melemah.

"Selama bertahun-tahun pemimpin-pemimpin Asia Tengah sangat anti-Taliban karena mereka takut pada Islam radikal," kata peneliti Foreign Policy Research Institute yang berada di Bishkek, Kyrgyzstan, Niva Yau pada Aljazirah, Selasa (24/8/2021).

"Kami dapat membuat generalisasi, kecuali Tajikistan, negara-negara Asia Tengah mengubah sikapnya pada Taliban," tambahnya.

Turkmenistan yang sudah lama tidak keberatan dengan kehadiran Taliban di kawasan mulai memperkuat hubungan dengan kelompok tersebut. Mereka bersiap saat pasukan AS mulai mundur dari Afghanistan.

Uzbekistan melakukan perubahan sikap yang mengejutkan, mereka meningkatkan hubungan dengan Taliban. Menjadi tuan rumah bagi kelompok tersebut dan selama beberapa tahun terakhir menawarkan diri sebagai tuan rumah perundingan damai.

"Mereka benar-benar melibatkan diri dengan Taliban, dan saya pikir kami dapat katakan, dengan cukup bijaksana melindungi taruhan mereka, mereka dapat memiliki hubungan baik dengan siapa pun yang berkuasa di Kabul," kata pakar Asia Tengah di University of Pittsburgh, Jennifer Brick Murtazashvili.

Sementara itu, Tajikistan tetap mengambil sikap yang keras terhadap Taliban. Mereka masih mendukung Aliansi Utara, serangkaian kelompok anti-Taliban yang menjadi instrumen AS menggulingkan kelompok tersebut pada tahun 2001. Etnis Tajik masyarakat minoritas terbesar kedua di Afghanistan.

Perubahan sikapnya itu terjadi ketika Moskow dan China mengungkapkan sikap yang lebih terbuka untuk bekerja sama dengan Taliban dibandingan negara-negara Barat. Murtazashvili mengatakan tampaknya negara-negara Asia Tengah mengejar apa yang ia sebut 'menciptakan stabilitas dengan segala cara.'

"Rusia pikir mungkin Taliban dapat menyediakan stabilitas, dan lalu Taliban dapat mengejar kelompok-kelompok seperti ISIS, itu apa yang benar-benar diperhatikan Rusia," katanya.

Mantan Duta Besar AS untuk Kazakhstan, Willam Courtney mengatakan di saat yang sama dalam batas tertentu Taliban 'bermain baik' dengan negara-negara tetangga Afghanistan. Sehingga, membuat pemerintah negara-negara Asia Tengah enggan memanaskan hubungan.

"Kecuali Taliban mengembangkan hubungan antagonistik terhadap negara-negara seperti Kyrgyzstan dan Uzbekistan, negara-negara itu yang paling mungkin menampung kapasitas (militer) AS untuk menggelar kontra terorisme," kata Courtney yang kini peneliti senior di lembaga think tank RAND Corporation. (rol)

Sumber: Republika.co.id
Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved