Kamis, 25 April 2024
Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu | KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024 | Rangkaian HUT ke-7 Tahun, SMSI Riau Gelar Workshop Publisher Rights Bersama Ketua Dewan Pers
 
Sosial Budaya
Kolom
Moderasi Beragama

Sosial Budaya - - Senin, 09/05/2022 - 06:51:20 WIB

BERPERILAKU Moderasi sebenarnya bukanlah perkara yang tabu atau baru dalam kehidupan kita sehari-hari.

Itu sudah merupakan kelaziman, mulai dari kehidupan berumah tangga, pernikahan dua insan yang berbeda kultur, suku dan latar belakang pemahaman agama. Begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat hitrogen, disekolah, kantor dan lainnya.  

Namun, Moderasi Beragama ditanggapi dengan berbagai asumsi negatif yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat.? Perumpamaan “Sekumpulan orang buta memegang seekor gajah, semua mengaku mengenal gajah sesuai apa yang dipegangnya”.  

Maka ada baiknya penting memahami lebih dahulu pengertian moderasi beragama itu sendiri, sebelum mengambil kesimpulan dan berpendapat.

Pengertian Menurut Bahasa

Kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah. Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman.
Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.

Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga.  

Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”,  menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah berbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, juga antara radikalisme dan sekularisme.

Komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan, pada gilirannya, mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keberagamaan adalah anugerah
Dari sudut pandang agama, keragaman adalah anugerah dan kehendak Tuhan; jika Tuhan menghendaki, tentu tidak sulit membuat hamba-hamba-Nya menjadi seragam dan satu jenis saja.

Tapi Tuhan memang Maha Menghendaki agar umat manusia beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dengan tujuan agar kehidupan menjadi dinamis, saling belajar, dan saling mengenal satu sama lain.

Dengan begitu, bukankah keragaman itu sangat indah? Kita harus bersyukur atas keragaman bangsa Indonesia ini.
Selain agama dan kepercayaan yang beragam, dalam tiap-tiap agama pun terdapat juga keragaman penafsiran atas ajaran agama, khususnya ketika berkaitan dengan praktik dan ritual agama.

Umumnya, masing-masing penafsiran ajaran agama itu memiliki penganutnya yang meyakini kebenaran atas tafsir yang dipraktikkannya.

Pengetahuan atas keragaman itulah yang memungkinkan seorang pemeluk agama akan bisa mengambil jalan tengah (moderat) jika satu pilihan kebenaran tafsir yang tersedia tidak memungkinkan dijalankan.

Sikap ekstrem biasanya akan muncul manakala seorang pemeluk agama tidak mengetahui adanya alternatif kebenaran tafsir lain yang bisa ia tempuh. Dalam konteks inilah moderasi beragama menjadi sangat penting untuk dijadikan sebagai sebuah cara pandang (perspektif) dalam beragama.
Bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai anugerah kehendak Tuhan.

Keragaman tidak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Mencipta, bukan untuk ditawar melainkan untuk diterima (taken for granted). Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia.

Selain enam agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di Indonesia.  
Mengapa harus Moderasi Beragama?

Salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan.

Untuk mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghilangkan nyawa keseluruhan umat manusia. Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Sebagian manusia sering mengeksploitasi ajaran agama untuk memenuhi kepentingan hawa nafsunya, kepentingan hewaninya, dan tidak jarang juga untuk melegitimasi hasrat politiknya. Aksiaksi eksploitatif atas nama agama ini yang menyebabkan kehidupan beragama menjadi tidak seimbang, cenderung ekstrem dan berlebih-lebihan.

Jadi, dalam hal ini, pentingnya moderasi beragama adalah karena ia menjadi cara mengembalikan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, dan agar agama benar-benar berfungsi menjaga harkat dan martabat manusia, tidak sebaliknya.

Moderat dalam beragama sama sekali bukan berarti mengompromikan prinsip-prinsip dasar atau ritual pokok agama demi untuk menyenangkan orang lain yang berbeda paham keagamaannya, atau berbeda agamanya.

Moderasi beragama juga bukan alasan bagi seseorang untuk tidak menjalankan ajaran agamanya secara serius. Sebaliknya, moderat dalam beragama berarti percaya diri dengan esensi ajaran agama yang dipeluknya, yang mengajarkan prinsip adil dan berimbang, tetapi berbagi kebenaran sejauh menyangkut tafsir agama.

Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub ekstrem dalam beragama. Di satu sisi, ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, seraya menganggap sesat penafsir selainnya. yang kelompok ini biasa disebut ultra-konservatif.

Di sisi lain, ada juga umat beragama ekstrem mendewakan akal hingga mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya demi toleransi yang tidak pada tempatnya kepada pemeluk agama lain. Mereka biasa disebut ekstrem liberal. Keduanya perlu dimoderasi.

Secara konsep moderasi beragama sangat baik, namun pada tataran penerapannya mungkin ada pula yang terlalu radikal, atau ada juga yang ekstrim melakukan penolakan. Itu semua terjadi karena tidak mau belajar dan memahami secara utuh makna dan hikmah dari moderasi beragama,  dalam menjaga kehidupan yang harmonis sesama umat beragama, antar umat beragama dan menjaga keutuhan bangsa dan negara. (*)

Penulis adalah Ka Subbag Tata Usaha Kemenag Kota Pekanbaru [Isi tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis]





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved