Minggu, 28 April 2024
Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji | Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar | Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis!
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Nuzul Al-Qur’an Tonggak Lahirnya Budaya Baca

Religi - - Rabu, 27/03/2024 - 09:39:51 WIB

PERINTAH membaca merupakan ajaran agama yang pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad saw kepada umatnya.

Perintah membaca adalah ayat pertama yang diterima oleh-Nya. Perintah mem- baca adalah pelantikan Nabi Muhammad saw se- bagai seorang Nabi dan Rasul Utusan Allah. Dengan membaca umat Islam akan dapat melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik dan benar.

Dengan perintah membaca pula, umat Islam dan bahkan umat manusia pada umumnya, akan memperoleh ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan, umat manusia akan mendapatkan kebahagiaan, baik kebahagiaan di dunia maupun akhirat.

Perintah membaca ini adalah salah satu hikmah terpenting dari setiap peringatan Nuzulul Qur’an yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tahun di hampir seluruh belahan dunia Islam.

Makin sering dilaksanakan peringatan Nuzulul Qur’an, maka umat Islam semakin sering dan termotivasi untuk membaca, baik membaca ayat-ayat yang tersurat seperti Al-Qur’an maupun ayat-ayat yang tidak tersurat seperti jagad raya alam semesta. Olehnya sungguh tepat jika dikatakan bahwa peristiwa Nuzulul Qur’an adalah tonggak dimulainya budaya membaca.

Rendahnya Budaya Baca

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa budaya baca bangsa Indonesia termasuk dalam kategori yang paling rendah di Asia dan bahkan di dunia. Rendahnya budaya baca ini, bukan hanya pada masyarakat umum, tetapi juga pada guru, dosen, siswa dan mahasiswa, yang sesungguhnya sangat dekat dengan dunia baca membaca.

Tidak jarang kita dapati bahwa seorang guru membaca kurang dari satu jam perhari, padahal guru akan melakukan transformasi ilmu kepada para murid-muridnya. Fakta lainnya, dapat dilihat pada tingkat kunjungan perpustakaan, baik di Perguruan Tinggi maupun di sekolah atau madrasah.

Siswa dan mahasiswa lebih senang duduk-duduk di bawah pokon rindang di kampus atau sekolahnya, ketimbang harus masuk ke perpustakaan membaca buku. Kalau pun mereka masuk ke perpustakaan, kebanyakan di antaranya hanyalah membaca Koran atau komik ketimbang membaca buku-buku referensi utama yang kelak dijadikan bahan dalam penulisan karya ilmiahnya.

Salah satu indikator untuk menilai kualitas su- atu bangsa adalah seberapa besar tradisi dan bu- daya bangsa itu dalam hal membaca. Sejarah men- catat, bahwa Fir’aun seorang manusia besar yang namanya diabadikan dalam sejarah.

Ternyata, kekuasaannya dibangun tidak semata-mata ditopang oleh kekuatan militer, tetapi juga dengan ilmu pe- ngetahuan. Dalam sejarah disebutkan, pada saat Fir’aun berkuasa, dia memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi sejumlah 20.000 judul buku.

Membaca Tradisi yang Hilang

Apabila diperhatikan ayat yang pertama sekali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw adalah perintah membaca, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1 sampai dengan 5. Ayat pertama ini mengandung perintah membaca untuk mencerdaskan diri.

Membaca dengan mata, membaca dengan pikiran, membaca dengan hati. Perintah untuk mencer- daskan diri melalui iman, ilmu dan amal, harus dimulai dengan membaca.

Membaca haruslah menjadi budaya bagi umat Islam, sebab perintah pertama yang dititahkan Allah Swt kepada Muham mad Saw adalah perintah membaca, baik membaca yang tersurat maupun yang tersirat.

Baik membaca Kalam Allah (Ayat Qauliyah), maupun membaca alam sekitar (Ayat Kauniyah) Suatu hal yang sangat menarik adalah di dalam ayat  ini  kata-kata  Iqra’  atau  perintah  membaca  terdapat pengulangan.

Hal ini memberikan isyarat kepada kita bahwa kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali dengan mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan bismi rabbika (demi karena Allah) akan meng- hasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca adalah itu-itu juga.

Mengulang-ulang membaca Al-Qur’an akan menambah wawasan baru, mensucikan jiwa, mene- rangkan bathin, bahkan menambah pemahaman baru sekalipun yang dibaca adalah itu-itu juga, membaca alam raya secara berulang-ulang akan mambuka tabir rahasia alam semesta, menambah perkembangan ilmu pengetahuan.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, memudahkan manusia untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas dalam berbagai bidang kehidupan. Melalui kreativitas dan prodktivitas itulah mampu meningkatkan kesejahteraan hidup. Hidup yang sejahtera akan memberikan menyamanan dalam beribadah.

Al-Qur’an yang dibaca oleh Rasulullah SAW beserta sahabat-sahabatnya pada masanya dan Al- Qur’an yang dibaca oleh ummat Islam sesudahnya dan bahkan sampai dengan saat sekarang ini adalah Al-Qur’an yang itu-itu juga yang tidak mengalami perubahan walau satu huruf sekalipun, tetapi pemahaman dan penafsiran orang terhadap Al-Qur’an itu mengalami perkembangan yang luar biasa dari zaman Rasulullah SAW sampai dengan saat ini.

Hal ini sama dengan membaca alam raya yang dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu kala dengan yang dilakukan oleh orang-orang zaman modern, yang dibaca tetaplah alam raya yang itu- itu juga, tetapi hasil dari pembacaan itu mengalami perkembangan yang sangat luar biasa sebagaimana yang kita saksikan pada zaman modern saat ini.

Perintah membaca telah direalisasikan dengan penuh kesadaran oleh para sahabat dan generasi sesudahnya. Akibatnya kita menyaksikan peradaban Islam menjadi sokoguru peradaban dunia yang pernah menguasai dua pertiga jagat ini. Peletak dasar ilmu-ilmu yang ada sekarang lahir dari tangan-tangan para ulama yang memiliki kegilaan dalam membaca.

Para ulama adalah orang-orang yang sangat mencintai buku-buku. Mereka memi- liki hubungan yang kuat dengan buku. Mereka se- nang sekali menelaahnya, karena menganggap buku sebagai gudang dan sumber ilmu.

Di antara sekian banyak ulama yang memiliki kegilaan terhadap buku, sebahagian di antaranya adalah Al-Jahizh, jika sedang memegang buku apa saja, maka ia akan membacanya sampai tuntas.

Hal yang sama dilakukan oleh Al-Fathu, yang suka menyelipkan buku di khuf (sepatunya). Dan ketika berdiri meninggalkan khalifah Al-Mutawakkil untuk keperluan buang air kecil atau untuk shalat, ia keluarkan kitabnya lalu ia baca sambil berjalan hingga tiba ke tempat yang di tujuinya.

Ketika pulangnya, ia melakukan hal yang sama sampai tiba di tempat semula. Ulama lain Ismail bin Ishaq, setiap saat dia pasti memegang buku dan membacanya, atau sekedar membolak-baliknya untuk mencari informasi perihal kitab-kitab baru. Abu Bakar al-Khayyath An-Nahwi menggunakan seluruh waktunya untuk belajar, termasuk ketika ia dalam perjalanan.

Akibatnya hobinya itu, ia pernah jatuh dari lereng bukit, dan diinjak oleh binatang. Inilah perjuangan seorang pencinta ilmu. Melihat perilaku ulama terdahulu ke mana-mana membawa buku, rasanya malu buat kita di zaman modern yang telah lebih maju dalam duni informasi, malah melupakan buku sambil mengelus-elus hendphone untuk bersosialita, terjauh dari dunia ilmu.

Kalau bermain di media sosial dengan menyebarkan informasi berharga seperti hasil penelitian, tentu menarik. Tetapi, kalau sekedar bermuhibbahria tanpa tujuan jelas, sebaiknya dijauhkan.

Mengingat pola komunikasi melalui media sosial, di samping kecil manfaat yang diperioleh, justru mudharatnya terlelu besar. Lihat saja banyak terjadi kasus pemer- kosaan merebak di mana-mana di republik ini, disebabkan oleh gencarnya orang bersosialita di media sosial.

Malahan akhir-akhir ini sering terjadi suami-istri bercerai gara-gara keduanya bermain sendiri-sendiri di media sosial itu. Jika diqiyaskan dengan kasus khamr (minuman keras), posisi media sosial yang kini telah menjelma menjadi “Tuhan Baru” bagi masyarakat dunia adalah, kata al-Qur’an, memang ada manfaatnya, tetapi mudharatnya jauh lebih besar daripada manfaat yang didapatkan darinya.

Kalau Anda jalan-jalan ke mall atau naik di atas kendaraan umum, coba perhatikan bagaimana pola kemunikasi orang-orang yang ada di dalam kendaraan umum itu: “Sangat individualistik.”

Masing-masing sibuk dengan telepon genggamnya sambil bersosialita tanpa peduli dengan rekan di sampingnya. Di sini tampak jelas bahwa konsep hablum minannas (hubungan kemanusiaan) kita telah lumpuh. Dihancrukan oleh tablet tangan itu.

Upaya Peningkatan Budaya Baca

Upaya untuk meningkatkan budaya baca ma- syarakat yang paling utama sekali dilakukan adalah di rumah dan di sekolah. Para orang tua harus mampu menciptakan dan merangsang kesadaran anak-anaknya untuk banyak membaca di rumah.

Memberikan contoh dalam bentuk mendirikan perpustakaan mini di rumah dan atau membawa mereka ke toko-toko buku, adalah salah satu upaya yang cukup efektif yang harus dilakukan oleh orangtua.

Kenyataan menunjukkan, bahwa saat ini hanya sebagian kecil rumah yang mempunyai perpustakaan dan sebagian besar para orang tua lebih banyak membawa anaknya ke mall ketimbang ke perpustakaan.

Langkah paling penting adalah meningkatkan kesadaran dan motivasi untuk membaca dari dalam diri masing-masing orang. Sebab dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi dari seseorang untuk membaca, akan menuntunnya secara otomatis un- tuk gemar dan terbiasa membaca, tanpa merasa ada paksaan dari pihak mana pun. Wallahu a’lam. ***
__________
Penulis: Dr. H. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A.
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved