PEKANBARU, Suluhriau- Pengamat ekonomi dari Universitas Andalas Padang Benny Dwika Leonanda mengatakan Indonesia akan hanyut dalam krisis finansial dan ekonomi sebagai akibat kebijakan pemotongan anggaran belanja negara di berbagai kementerian dan lembaga.
"Krisis ini juga akan terjadi di berbagai daerah serentak dengan berkurang likuiditas di berbagai lembaga keuangan daerah di seluruh Indonesia," katanya Senin, (29/8/2016).
Dia menyatakan, terkait adanya kebijakan pemerintah yang menunda pencairan dana alokasi umum (DAU) untuk 169 kota, kabupaten, dan provinsi di seluruh Indonesia akan mengakibatkan berkurang transfer uang ke daerah-daerah sehingga kementerian dan lembaga akan mengurangi sejumlah kegiatan dan belanja.
Padahal, katanya lagi, pemerintah daerah membutuhkan biaya untuk penyelenggaraan pemerintahan, mengingat seluruh cadangan (sisa saldo) uang di daerah akan terpakai untuk belanja pegawai, operasional kantor, dan membiayai berbagai proyek dan kegiatan lainnya di daerah.
"Kondisi ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak berjalan dengan baik, kendati secara nominal nilai tukar rupiah, pendapatan, dan belanja pemerintah meningkat, namun jika dihitung dalam dolar Amerika Serikat terlihat terus menurun sejak tahun 2013," katanya pula.
Ia menjelakan, setiap tahun pajak yang diperoleh negara telah berkurang mulai dari 1,58 persen tahun 2013, 6,43 persen tahun 2014, dan menjadi 35,33 persen pada tahun 2015.
Pendapatan pemerintah mengalami penurunan sebesar 4,16 persen tahun 2013, naik lagi 5,38 persne tahun 2014, dan menjadi 13,94 persen tahun 2015. Realisasi belanja negara justru masih cukup tinggi dan hanya berkurang sebesar 0,49 persen tahun 2013, sebesar 6,26 persen tahun 2014, dan 9,01 persen tahun 2015.
"Posisi Indonesia beberapa tahun terakhir berada dalam kontraksi. Pendapatan negara dari tahun ke tahun terus berkurang, sehingga untuk mencukupi belanja negara pemerintah terpaksa menyusun anggaran defisit sebesar 20,03 miliar dolar AS tahun 2013 dan 20,33 miliar dolar AS tahun 2014. Pada tahun 2015 defisit membesar, menjadi 23,78 milia dolar AS," katanya pula.
Ia menyebutkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga jatuh dari Rp9.380,38 pada tahun 2012, menjadi Rp13.391,96 tahun 2015, sehingga menyebabkan daya beli masyarakat berkurang. Padahal kebutuhan hidup justru meningkat.
Dia menyatakan pula, pemerintah memacu produksi berbagai komoditas namun justru mengakibatkan harga komoditas itu jatuh.
Secara umum kondisi tersebut masuk ke dalam "middle income trap" atau pengertian lain terjebak pada penghasilan rendah sementara kebutuhan akan uang semakin meningkat kata dia.
"Posisi ini pernah terjadi di Brasil dan Afrika Selatan, sehingga ekonomi mereka menjadi stagnan dan cenderung menurun, walaupun produksi meningkat sementara penghasilan terus berkurang," katanya lagi.
Dia mengingatkan krisis finansial dan ekonomi harus diwaspadai, dan masyarakat perlu memahami kondisi bahwa negara dalam keadaan kesulitan mengelola anggaran belanja dan memperoleh pendapatan.
Ia menyatakan, pemerintah harus mengubah pola komunikasi ke masyarakat, agar krisis tidak berlanjut.
DAU Riau Tertahan Rp133,5 Miliar
Dalam rangka penghematan anggaran karena penerimaan negara yang diperkirakan tidak sesuai target, pemerintah menahan anggaran DAU 169 daerah, yang nilainya Rp19,418 triliun.
Ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016. aturan ini diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, pada 16 Agustus 2016.
Untuk Provinsi Riau khususnya, DAU ditahan Rp133, plus Rp86 miliar kabupaten. Sebelumnya, Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi mengatakan, penahan DAU ini akan mengganggu program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengakibatkan sejumlah kegiatan bakal dilakukan rasionalisasi ulang.
"Tunda salur DAU secara nasional memang mengganggu, termasuk perencanaan dan penganggaran Pemprov Riau. Kita harus merasionalisasikan lagi kegiatan di SKPD, pada program tertentu bisa gagal dijalankan, gagal bayar tunda gaji, tunda tunjangan dan sebagainya," katanya.
Hijazi memaparkan, bagi Provinsi Riau, Kabupaten Rokan Hulu dan Indragiri Hilir, tunda salur DAU ini sangat berpengaruh dalam penyusunan APBD P dan juga Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).
Dijelaskan Hijazi, tunda salur DAU melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini, berkemungkinan disebabkan pertimbangan dari Pemerintah pusat, yang melihat ada dana Riau yang mengendap di Bank.
Hijazi mengatakan dana yang tersimpan di Bank tersebut merupakan dana cadangan Pemprov Riau melalui Sisa Langsung Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun 2015. Dan Silpa tersebut idealnya tidak digunakan untuk belanja langsung, karena Silpa bukan pendapatan. Selama ini dalam membuat penyusunan anggaran, ada yang keliru dalam menilai Silpa.
"Selama ini asumsi kita Silpa itu bisa digunakan untuk apa saja. Padahal idealnya Silpa itu tidak digunakan untuk belanja, itu bukan pendapatan. Dan idealnya pendapatan itu untuk belanja. Silpa itu bisa digunakan untuk penyertaan modal atau belanja tertentu. Inilah yang akan diperbaiki agar pertimbangan pusat," katanya.
Sumber: Antara| Editor: Jandri
Komentar Anda :