Palestina Konfirmasi Terima Sumbangan Obama Rp2,9 T tapi Diblokir Trump
Jumat, 27 Januari 2017 - 16:29:38 WIB
|
Presiden AS Barack Obama sebelum lengser ketika bertemu Presiden Otoritas Palestina. Foto / REUTERS
|
RAMALLAH, Suluhriau- Otoritas Palestina (PA) telah mengkonfirmasi bahwa mereka telah menerima transfer dana bantuan Amerika Serikat (AS) USD221 juta atau sekitar Rp2,9 triliun yang disalurkan Barack Obama beberapa jam sebelum lengser.
Namun, Palestina juga membenarkan bahwa Presiden Donald Trump membekukan atau memblokir sumbangan itu.
Transfer dana sebesar itu dilakukan Obama pada Jumat (20/1/2017) beberapa jam sebelum dia meninggalkan Gedung Putih atau beberapa jam sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS.
Konfirmasi itu disampaikan Husam Zomlot, penasihat Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas. "Kami telah menerima jumlah yang lalu, yang diperintahkan oleh pemerintahan Obama. Mereka telah mentransfer uang ini," katanya.
Obama diam-diam menyalurkan bantuan dana sebesar itu, karena tanpa sepengetahuan Kongres. Keputusan Obama sepihak membuat Palestina kecewa. "Saya sangat kecewa bahwa Presiden Obama menentang pengawasan kongres dan metransfer USD221 juta untuk wilayah Palestina," katanya.
Transfer uang itu berasal dari Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) yang dibahas menit-menit terakhir sebelum Obama lengser. Menteri Luar Negeri AS era Obama, John Kerry, kemudian mengumumkannya secara resmi kepada Kongres.
Awalnya mayoritas anggota Kongres menyetujuinya. Namun, dua anggota Kongres dari Partai Republik menentang dan minta agar transfer dana ke Palestina ditangguhkan.
Pemerintah Presiden Trump setuju dengan keputusan dua anggota Kongres itu untuk membekukan sumbangan dana Rp2,9 triliun ke Palestina.
Zomlot berharap pemerintah Trump melanjutkan kebijakan pendahulunya terkait Palestina. Dia menolak mengomentari diskusi politik internal di AS soal bantuan keuangan AS ke Tepi Barat dan Gaza.
"Begitu mereka (AS) mengumumkan posisi baru (tentang masalah ini), kami akan bereaksi," ujarnya kepada RIA Novosti, yang dikutip Sindonews.com, Jumat (27/1/2017).
Sumber: Sindonews.com
Komentar Anda :