Dilema Yakuza, Organisasi Kriminal yang Juga Aktif Kegiatan Sosial
Sabtu, 13 Januari 2018 - 10:50:43 WIB
|
Geng yakuza Yamaguchi-gumi. (Foto: Imgur/Okz)
|
SULUHRIAU- Banyak yang beranggapan bahwa Yakuza adalah sebuah organisasi kriminal tunggal. Faktanya tidak demikian. Yakuza adalah sekelompok dari geng-geng kriminal yang menyerupai mafia di Amerika Serikat (AS).
Yakuza kadang juga disebut boryokudan yang berarti kelompok-kelompok kriminal. Istilah yakuza kadang digunakan sebagai kata ganti bagi seorang individu atau kelompok kriminal di negara-negara Barat sehingga sering dianggap sebagai sebuah organisasi kejahatan tunggal.
Kelompok yang juga kadang disebut gokado itu mengadopsi ritual-ritual samurai dan juga mencirikan anggotanya dengan tato tertentu. Dinukil dari Britannica, yakuza biasa terlibat dalam tindak kejahatan penipuan, pemerasan, penyelundupan, prostitusi, perdagangan narkoba, perjudian, dan lainnya di kota-kota besar di Jepang.
Kata yakuza dalam bahasa Jepang berarti tidak ada gunanya. Istilah tersebut diyakini berasal dari permainan kartu di Negeri Sakura yang menyerupai blackjack. Kartu Ya-Ku-Sa (9-8-3) jika dijumlahkan memiliki nilai 20, yang berarti kegagalan paling menyakitkan dalam permainan blackjack.
Sejarah kemunculan yakuza sendiri agak sulit ditentukan, tetapi banyak yang meyakini dimulai dari geng ronin (samurai tak bertuan) yang berubah haluan menjadi penjahat. Para ronin itu awalnya melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti melindungi warga sebagaimana samurai pada abad ke-17.
Menurut estimasi Kepolisian Jepang, anggota yakuza mencapai angka tertinggi, yakni 184 ribu orang, pada awal dekade 1960. Namun, jumlah tersebut merosot jauh ketika memasuki abad ke-21 yang diperkirakan tinggal 80 ribu orang, yang terbagi menjadi anggota reguler dan sekutu.
Para anggota yakuza dibagi menjadi ratusan geng berbeda. Sebagian besar dari mereka berafiliasi di bawah salah satu dari 20 orang geng-geng konglomerat. Hingga saat ini diketahui ada empat geng yakuza terbesar di Jepang.
Geng konglomerat terbesar adalah Yamaguchi-gumi yang didirikan pada 1915 oleh Yamaguchi Harukichi. Geng tersebut baru benar-benar berkembang pesat dan membesar setelah Perang Dunia II berkat jasa Taoka Kazuo. Yamaguchi-gumi saat ini memiliki 55 ribu anggota yang dibagi dalam 850 klan.
Geng yakuza terbesar kedua di Jepang adalah Sumiyoshi-kai dengan anggota sekira 20 ribu orang dan dibagi menjadi 277 klan. Berikutnya adalah Inagawa-kai yang terdiri dari 15 ribu anggota yang dibagi dalam 313 klan. Terakhir ada nama Aizukotetsu-kai yang memiliki anggota 7.000 orang.
Mirip dengan mafia Italia, hirarki yakuza mengingatkan pada garis keturunan sebuah keluarga. Pemimpin geng atau konglomerat yakuza dikenal dengan sebutan oyabun atau bos, sementara para pengikut disebut sebagai kobun atau anak.
Para kobun secara tradisional harus mengambil sumpah setia kepada para oyabun. Anggota yang melanggar kode-kode etik yakuza harus melakukan pertobatan kepada si oyabun. Salah satu ritual penebusan dosa itu adalah dengan memotong jari kelingking dengan pedang dan dipersembahkan kepada oyabun.
Dalam perkembangannya, yakuza berubah menjadi kejahatan kerah putih atau kalangan atas. Mereka saat ini lebih sering menggunakan modus operandi pemerasan sebagai ganti kekerasan. Aktivitas tersebut menciptakan hubungan yang rumit antara yakuza dengan polisi.
Keberadaan serta aktivitas dari yakuza sudah terbaca oleh Kepolisian Jepang. Akan tetapi, polisi tidak pernah melakukan apa pun terhadap geng-geng kriminal itu. Dalih yang biasa dipakai adalah para geng kriminal itu kadang juga melakukan hal-hal baik bagi masyarakat. Pemerintah Jepang pun dinilai terlalu toleran terhadap keberadaan yakuza karena kegiatan-kegiatan sosial mereka.
Akan tetapi, pandangan masyarakat Jepang terhadap yakuza tidak berubah. Organisasi tersebut tetap dianggap memiliki tendensi melakukan tindak kriminal meski hanya berupa kejahatan jalanan biasa. Meski begitu, pemerintah Jepang terus memberlakukan undang-undang yang lebih ketat terhadap geng-geng kriminal seperti yakuza.
Sumber: Okezone.com | Editor: Jandri
Komentar Anda :