Jum'at, 29 Maret 2024
Viral Tapir Masuk ke Wilayah Perumahan Family Residence, BBKSDA Riau Lakukan Pemantauan | PHR Kembali Gelar Lomba Karya Jurnalistik PENA untuk Wartawan Riau | Mesjid Taqwa Muhammadiyah Tuah Madani Gelar Shalat Jumat Perdana | Menguak Misteri Lailatul Qadar | Safari Ramadhan, Komut Beri Apresiasi Kinerja PLN Icon Plus SBU Sumbagteng | 303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres
 
Sosial Budaya
Sepanjang 2018, Pengadilan Agama Izinkan 13 Ribuan Anak Menikah

Sosial Budaya - - Kamis, 04/04/2019 - 09:04:46 WIB

SULUHRIAU- UU Perkawinan memberikan syarat minimal usia perkawinan yaitu 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.

Namun bila ada yang di bawah usia tersebut mau menikah, harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (PA) setempat yang dikenal dengan dispensasi kawin.

Berdasarkan laporan tahunan MA 2018 yang dilansir detikcom, Kamis (4/4/2019), Pengadilan Agama (PA) di seluruh Indonesia mengeluarkan dispensasi kawin sebanyak 13.251 putusan. Adapun yang mencabut permohonan sebanyak 624 orang.

Dispensasi kawin secara absolut menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) jis Pasal 63 UU Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 49 huruf (a) UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU Nomor 50 Tahun 2009.

Sebagaimana diketahui, pada akhir 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Indonesia darurat pernikahan anak. Oleh sebab itu, MK meminta DPR segera merevisi UU Perkawinan agar batasan minimal usia perkawinan dinaikkan.

"Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan karena anak telah kehilangan hak-hak yang seharusnya dilindungi oleh naegara. Jika kondisi ini dibiarkan tentu akan menjadikan Indonesia berada dalam kondisi 'Darurat Perkawinan Anak', dan tentu saja akan semakin menghambat capaian tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945," demikian kata MK dalam putusan yang diketok pada Kamis (13/12/2018).

MK menyampaikan semua kebijakan yang menjadi faktor penyebab terjadinya perkawinan anak sudah seharusnya disesuaikan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah UU No 1 tahun 1974 yang berlaku selama 44 tahun.

"Jika dirunut ke belakang usulan penyempurnaan UU Nomor 1 tahun 1974 tersebut telah masuk sejak Propenas tahun 2000-2004. Karena tidak berhasil, kemudian diteruskan dalam beberapa Prolegnas, yang terakhir adalah Prolegnas 2015-2019," tulis MK.

Oleh karena itu, untuk menyempurnakan isi Undang-Undang agar sesuai dengan tujuan bernegara perlu didakan revisi UU tersebut. MK berpendapat perubahan UU Perkawinan harus segera diselesaikan.

"Berkenaan dengan perkembangan tuntutan global yang telah disepakati yang sejalan dengan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 sehingga Mahkamah berpendapat penyempurnaan tersebut dapat lebih cepat dilakukan," papar MK.

Sumber: detik.com | Editor: Jandri





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved