Kandungan BPA Galon Isi Ulang Lewati Batas Toleransi, BPOM Didesak Terbitkan Label Peringatan
Jumat, 21 Mei 2021 - 17:00:57 WIB
|
Foto: Dok Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan
|
SULUHRIAU- Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) kembali mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mengeluarkan label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung Bisfenol A (BPA).
Ketua Perkumpulan Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) Roso Daras mengungkapkan, pihaknya telah melakukan upaya tersebut selama empat bulan, tepatnya saat pertemuaan BPOM pada Kamis (4/2/2021).
Permintaan JPKL kepada BPOM bertujuan memberikan label peringatan konsumen pada kemasan AMDK galon isi ulang yang mengandung BPA, agar tidak dikonsumsi bayi, balita dan ibu hamil. Jika permintaan ini dipenuhi, maka jutaan bayi tidak akan terpapar BPA secara akumulatif.
Dugaan JPKL tentang bahaya BPA bukan isapan jempol atau hoax, yang seringkali diserukan oleh beberapa pihak yang ingin membelokkan fakta bahwa bahaya BPA nyata, demi kepentingan bisnis. Kali ini bukti itu bukan hanya didapat dari hasil penelitian pihak lain. Tapi sekarang JPKL telah membuktikan sendiri.
Dalam pertemuannya dengan BPOM pada Februari lalu, pihak JPKL mengajukan usulan agar BPOM mencantumkan label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang yang mengandung BPA, agar tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil.
Pertimbangannya adalah, hasil penelitian dari berbagai negara maju menyatakan Bisphenol A berbahaya bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Menurut hasil riset peneliti internasional dan nasional, paparan BPA dapat mempengaruhi berat badan lahir, perkembangan hormonal, perilaku, autisme, kerusakan sel- sel saraf otak secara permanen dan resiko kanker di kemudian hari.
Terkait usulan JPKL tersebut, BPOM meminta JPKL untuk melakukan penelitian terhadap migrasi BPA di dalam galon isi ulang.
Menurut Roso Daras, pada Maret lalu, JPKL mengirimkan sampel berupa beberapa galon isi ulang yang kemasannya mengandung BPA, yang didapat dari mata rantai distribusi AMDK galon isi ulang ke Tuv Nord Laboratory Service, untuk dianalisa migrasi bisphenol A.
Analisa migrasi BPA dilakukan selama 25 hari di Tuv Nord Laboratory Service, dengan mengikuti analisa parameter BPA Metode SNI 7626-1:2017.
Penggunaan Metode SNI 7626-1:2017 ini adalah Standard Nasional Indonesia, Cara Uji Migrasi Zat Kontak Pangan Dari Kemasan Pangan - Bagian 1: Plastik Karbonat (PC), Migrasi Bisfenol A (BPA).
Lebih lanjut, Roso mengatakan pihaknya telah menuruti permintaan BPOM. Ia mengaku mempunyai keterbatasan dalam hal penelitian, maka pihaknya meminta Tuv Nord Laboratory Service untuk melakukan analisa terhadap migrasi bisphenol A pada galon isi ulang polikarbonat 19 liter.
“Hasilnya sungguh mengejutkan, sebab migrasi BPAnya berkisar antara 2 hingga 4 ppm. Padahal batas toleransi yang diizinkan BPOM adalah 0,6 ppm /bpj, Ini benar - benar skandal. Ini yang menganalisa migrasi BPA adalah laboratorium berskala internasional yang kredibel dan independen," ujarnya.
Setelah melakukan penelitian dan menerima hasil analisa terbaru dari Tuv Nord Laboratory Service, JPKL segera berkirim surat ke BPOM untuk melaporkan hasil penelitian migrasi BPA tersebut.
Selain hasil analisa migrasi BPA yang dilakukan oleh Tuv Nord Laboratory Service, JPKL juga menyampaikan hasil penelitian migrasi BPA dan kajiannya ke BPOM dari referensi peraturan terkait BPA dari beberapa negara, berbagai riset dari peneliti dunia dan Indonesia, yang menyatakan bahwa kemasan plastik yang mengandung BPA berbahaya telah dilarang penggunaannya di negara maju.
Roso menambahkan dengan disampaikan hasil analisa lab migrasi BPA, penelitian dan kajian peraturan di beberapa negara serta peneliti bahaya BPA ke BPOM, JPKL berharap BPOM mau mereview dan merevisi peraturan mengenai informasi BPA yang telah berlaku. Selain itu mau memberi label peringatan konsumen pada kemasan galon isi ulang polikarbonat 19 liter yang mengandung BPA.
“Sebab siapa lagi kalau bukan BPOM?. Kami sangat mendukung BPOM untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia, dan dukungan itu dilengkapi dengan hasil analisa dan kajian yang akurat. Setidaknya analisa laboratorium dilakukan oleh pihak yang sangat kompeten," tuturnya.
Roso Daras percaya dengan hasil penelitian dan kajian tersebut, BPOM akan mendengarkan temuan JPKL dan permintaan konsumen.
“Tim BPOM terdiri dari orang - orang yang peduli akan kesehatan masyarakat, bukan melindungi pihak yang menyerukan bahaya BPA adalah hoax dan membelokkan fakta bahwa BPA aman tidak bahaya bagi bayi, balita dan ibu hamil demi keuntungan semata dengan mengesampingkan kesehatan masyarakat Indonesia, “ ujarnya.
Roso menegaskan karena dari hasil analisa yang dilakukan Tuv Nord, hasilnya jauh melewati batas toleransi yaitu migrasinya berkisar antara 2 hingga 4 ppm diatas ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM yaitu 0,6 ppm. Kalau saja hasilnya, misal cuma 0,5 ppm, JPKL akan mengatakan apa adanya. Ini batas toleransi yang dilewati sudah sangat jauh, dan ini berbahaya.
Sumber: okezone.com
Editor: Jandri
Komentar Anda :