Heboh Sembako Kena PPN, YLKI: Kebijakan yang Tidak Manusiawi
Kamis, 10 Juni 2021 - 14:06:24 WIB
SULUHRIAU– Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik rencana pemerintah menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pangan atau sembako.
Langkah ini dinilai tidak tepat. Apalagi, saat pandemi, daya beli masyarakat menurun.
"Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangan dilanair dari VIVA, Kamis (10/6/2021).
Pengenaan PPN disebut akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, yaitu berupa naiknya harga kebutuhan pokok. Belum lagi, lanjut dia, jika ada distorsi pasar, maka kenaikannya akan semakin tinggi.
"Pengenaan PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat," kata dia.
Oleh karena itu, Tulus menegaskan wacana ini harus dibatalkan. Pemerintah, ditegaskannya, harus lebih kreatif, jika alasannya untuk menggali pendapatan dana APBN.
"Pemerintah bisa menaikkan cukai rokok yang lebih signifikan. Dengan menaikkan cukai rokok, potensinya bisa mencapai Rp200 triliun lebih. Selain itu, akan berdampak positif terhadap masyarakat menengah bawah, agar mengurangi konsumsi rokoknya, dan mengalokasikan untuk keperluan bahan pangan," ujarnya.
Penjelasan Stafsus Sri Mulyani
Staf Khusus Menteri Keuangan Bida Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memberikan penjelasan mengenai rencana Pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga memajaki sembako.
Rencana tersebut telah dimasukkan ke dalam draf Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Yustinus mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN hingga pemajakan sembako tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara yang terdampak Pandemi COVID-19.
"Jika saat pandemi kita bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun, bagaimana dg pasca-pandemi? Tentu saja kembali ke optimalisasi penerimaan pajak," kata dia dikutip dari akun Twitternya @prastow, Kamis, 10 Juni 2021.
Khusus untuk kenaikan tarif PPN, Yustinus menjelaskan, Pemerintah tidak serta merta menaikkan besaran nilainya, melainkan akan menggunakan skema multi tarif. Artinya tarif tidak tunggal demi keadilan.
"Yang dikonsumsi masyarakat banyak (Menengah bawah) mustinya dikenai tarif lebih rendah, bukan 10 persen. Sebaliknya, yg hanya dikonsumsi kelompok atas bisa dikenai PPN lebih tinggi. Ini adil bukan? Yang mampu mensubsidi yang kurang mampu. Filosofis pajak kena: gotong royong," tuturnya.
Adapun untuk pajak sembako, dia tidak menampik bahwa pemerintah memang butuh uang akibat Pandemi COVID-19. Makanya Pemerintah mencari sumber-sumber penerimaan negara yang baru meski tidak akan sembrono menerapkan.
"Tapi kok sembako dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya?Kembali ke awal, Enggak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati-matian justru dibunuh sendiri. Mustahil!," tegas dia.
Editor: Khairul
Sumber: Viva.co.id
Komentar Anda :