SULUHRIAU, Pekanbaru- Pasca Pemerintah Arab Saudi mencabut sejumlah aturan yang diberlakukan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19, antara lain keharusan PCR dan karantina, sejauh ini pihak Kementerian Agama (Kemenag) Kota Pekanbaru belum menerima surat resmi dari Kemenag RI.
"Jadi, informasi itu kita sudah tahu, tapi, memang sampai hari ini belum ada surat resmi ke kita (kemenag), jadi kita juga tengah menunggu," ujar Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Pekanbaru Haryati, SE.M.E.Sy, dikonfirmasi, Senin, (7/3/2022).
Pun demikian, pihaknya tetap berkoordinasi dengan pihak Kanwil Kemenag Riau dan terkait lainnya untuk melakukan langkah-langkah terkait penyelenggaraan haji dan umrah.
Haryati menambahkan, diharapkan kebijakan dilakukan Arab Saudi terkait sejumlah aturan yang diberlakukan dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19, antara lain mencabut keharusan PCR dan karantina juga berlaku di Indonesia.
"Kita harapkan idealnya apa dilakukan Arab Saudi berlaku juga di kita, karena kalau melihat sepintas, PCR dan karantina tidak berlaku hanya di Arab Saudi, bagaimana dengan kita," katanya.
Lebih lanjut, Haryati juga mengaku pasca kebijakan Arab Saudi ini (karena memang baru sehari lalu-red) belum ada laporan travel terkait keberangkatan umrah. Namun, soal pelaporan pelaksanaan umroh itu, sudah ada sistem di Kemenag yakni melalui aplikasi "Sipatuh" (sistem pengawasan umrah). Hanya saja Kemanag Riau ataupun Pekanbaru tidak punya akses langsung ke aplikasi itu, terpusat di Kemenag pusat.
Sungguhpun demikian, Kemenag Pekanbaru tetap tahu setiap ada perubahan aturan atau kebijakan, karena akan selalu berkoordinasi untuk penyelarasan kebijakan tersebut.
Alumni Master Ekonomi Syariah ini juga menambahkan, banyak hal yang perlu dipersiapkan, terutama jika pemberangkatan haji terlaksana tahun ini, misalnya, manasik haji di kecamatan, pelatihan kepala rombongan, terkait kesehatan jamaah dan lainya. "Kalau pemberitahuan cepat kita bisa cepat pula buat kebijakan," katanya.
Tapi tambahnya lagi, ada program yang telah dan sedang berjalan saat ini, yakni terkait pembuatan paspor haji dan vaksin covid-19. Saat ini, dari jumlah kuota jemaah calon haji (JCH) Pekanbaru 830, yang sudah vaksin 1 sebanyak 812 dan vaksin 2 sebanyak 791 dan booster sebanyak 536 JCH. Belum Pasti Berangkat
Tapi kata Haryati, sekarang masih belum ada kepastian 100 persen keberangkatan haji tahun ini. Kemarin itu katanya ada tiga kemungkinan terkait penyelenggaraan haji yakni: Tidak jadi berangkat, berangkat dengan kuota terbatas dan berangkat dengan kuota penuh.
"Kita juga tengah menunggu revisi kuata haji dari Arab Saudi, biasanya kalau direvisi kuotanya bisa berkurang. Jadi kemungkinan terbesar adalah berangkat dengan kuota terbatas," jelasnya.
Haryati berharap ada penyelenggaraan haji tahun ini, karena sudah dua tahun tertunda pelaksanaan haji. "Ini harapan kita, keputusan tetap dari pemerintah pusat," pungkas mantan pegawai Penyelenggara Zakat dan Wakaf ini.
Sementara itu, seperti diberitakan, Pemerintah Arab Saudi telah mencabut sejumlah aturan yang diberlakukan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19, antara lain keharusan PCR dan karantina.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kemenag RI Hilman Latief pun menilai kebijakan tersebut akan berdampak pada penyelenggaraan umrah.
"Terkait keputusan Saudi Arabia mencabut sebagian besar dari kebijakan protokolnya, khususnya berkenaan dengan karantina dan PCR, maka akan ada konsekuensi juga terhadap kebijakan penyelenggaraan umrah di Indonesia. Saya optimis akan segara ada penyelarasan kebijakan. Apalagi, Indonesia saat ini juga sudah mulai melakukan penyesuaian kebijakan masa karantina," tutur Hilman dalam keterangannya, Minggu (6/3/2022).
Untuk itu, Hilman berharap Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Pencegahan Bencana (BNPB) bisa mengambil langkah penyelarasan. Kementerian Agama (Kemenag) akan berbicara dengan berbagai pihak terkait kebijakan resiprokral antara Pemerintah Saudi dan Indonesia untuk urusan haji dan umrah.
"Kebijakan One Gate Policy atau satu pintu pemberangkatan jemaah umrah dari asrama haji juga akan disesuaikan," jelas dia.
Menurut Hilman, pihaknya tentu segera berkoordinasi dengan BNPB dan Kemenkes. Sebab, kedua lembaga itu berwenang dalam teknis pengaturan kebijakan terkait pencegahan penyebaran Covid-19.
Komunikasi antar pihak terkait sangat diperlukan, mengingat ada sejumlah ketentuan yang memang harus dikompromikan. Seperti misalnya terkait tidak lagi adanya aturan karantina dan PCR saat masuk ke Arab Saudi yang harus direspons secara mutual recognition. (*)