“KEPUTUSAN dibuat untuk memecahkan masalah, bukan sebaliknya, memunculkan masalah baru. Untuk itu bukan sekedar keputusan tapi kebijaksanaan”
Dalam usaha memecahkan masalah, pemecahan masalah mungkin membuat banyak keputusan. Keputusan merupakan rangkaian tindakan yang perlu diikuti dalam memecahkan masalah untuk menghindari atau mengurangi dampak negatif, atau untuk memanfaatkan kesempatan. Pengambilan keputusan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun organisasi.
Mengambil keputusan kadang-kadang mudah tetapi lebih sering sulit sekali. Kemudahan atau kesulitan mengambil keputusan tergantung pada banyaknya alternatif yang tersedia.
Semakin banyak alternatif yang tersedia, kita akan semakin sulit dalam mengambil keputusan. Keputusan yang diambil memiliki tingkat yang berbeda-beda.
Ada keputusan yang tidak terlalu berpengaruh terhadap organisasi, tetapi ada keputusan yang dapat menentukan kelangsungan hidup organisasi. Oleh karena itu, handaknya mengambil keputusan dengan hati-hati dan bijaksana. Secara kualitas individua ada tiga faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
Akal Pikiran atau Kecerdasan Akal merupakan naluri manusia, alat manusia untuk menganalisis dan mengambil keputusan terhadap suatu masalah yang dimilikinya.
Proses untuk menganalisis dan mengambil keputusan tersebut disebut berpikir. Jadi, manusia menggunakan akal untuk berpikir kemudian bertindak sesuai dengan implikasi dari proses berpikir tersebut. Proses manusia berpikir seringkali melibatkan emosi tertentu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman yang berkaitan agar mendapatkan keputusan terbaik dan melakukan tindakan yang benar.
Sedangkan kecerdasan merupakan perkembangan dari akal dan pikiran yang meliputi tingkah laku, cara berbicara, sikap dan sifat, cara pandang terhadap sesuatu, cara memecahkan masalah dll. Semakin bagus manusia menggunakan akal dan pikirannya dalam bertindak maka semakin bagus pula kecerdasannya.
Hati Nurani atau Rasional Hati nurani dapat didefinisikan sebagai bagian dari jiwa manusia yang menyebabkan penderitaan mental dan perasaan bersalah saat menentang dan perasaan senang dan damai sejahtera saat tindakan, pikiran dan perkataan sesuai dengan sistem nilai yang dianut. Hati nurani bereaksi saat tindakan, perbuatan dan perkataan seseorang tidak sesuai , atau bertentangan dengan, sebuah standar mengenai benar dan salah.
Hati nurani adalah suatu proses kognitif yang menghasilkan perasaan dan pengaitan secara rasional berdasarkan pandangan moral atau sistem nilai seseorang. Hati nurani berbeda dengan emosi atau pikiran yang muncul akibat persepsi indrawi atau refleks secara langsung. seperti misalnya tanggapan sistem saraf simpatis.
Hati Nurani atau suara hati berperan terutama saat kita mau mengambil sebuah keputusan. Ia dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran moral seseorang dalam situasi yang konkret.
Artinya, dalam menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup kita, ada semacam suara dalam hati kita untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan dan menuntut kita bagaimana merespon kejadian tersebut.
Suara hati yang baik, dapat menjadi kompas moral dan menuntun kita menjadi pribadi yang berperilaku positif.
Hawa Nafsu atau Emosional Dalam bahasa Melayu, 'nafsu' bermakna harapan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat. Jika ditambah dengan kata hawa (=hawa nafsu), biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk memperagakan perkara yang tidak adun. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan konsumsi.
Sebenarnya setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu bisa menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan, kesejahteraan, persatuan dan hal-hal lain. Namun karena hambatan nafsu yang benar pada diri seseorang potensi-potensi tadi tidak bisa muncul kepermukan (dalam realita kehidupan).
Namun dalam mengambil keputusan dari pengaruh tiga faktor tersebut, harapan buahnya adalah Kebijaksanaan. Hal ini penting dimiliki semua orang, tanpa kecuali.
Kebijaksanaan menuntun kita bertindak lebih tenang sehingga keharmonisan dalam masyarakat menjadi terjaga. Dengan begitu, kedamaian dalam kehidupan individu, masyarakat, dan dunia ini akan lebih mudah tercapai. Penelitian Sahrani dkk (2014) menghasilkan temuan bahwa orang yang bijaksana itu selalu melakukan refleksi terhadap pengalaman hidup sulitnya. Menurut Baltes dan Staudinger (2000), orang dapat menjadi bijaksana bila memiliki beberapa faktor: umum, khusus, dan tambahan.
Faktor umum antara lain adanya kemampuan umum/inteligensi yang memadai untuk memecahkan atau mencari solusi masalah, adanya kesehatan mental, keterbukaan terhadap hal atau pengalaman baru, kematangan emosi.
Semoga apapun keputusan yang diambil Sang Pengambil Keputusan, adalah sebuah kebijaksanaan, bukan sekedar mengandalkan kecerdasan, Hati Nurani, apatah lagi hanya memperturutkan hawa nafsu.
Penulis: Kepala Subbag Tata Usaha Kemenag Kota Pekanbaru[Isi tulisan sepenuhnya tanggungjawab penulis]