SAAT BULAN Ramadan, beragam jajanan akan tumpah ruah di berbagai sudut jalan, diburu oleh banyak orang.
Mulai dari gorengan yang menggoda, aneka es menyegarkan, hingga bubur manis mengenyangkan. Orang-orang menyebutnya, takjil.
Namun, sejarawan kuliner Indonesia, Fadly Rahman, mengatakan bahwa makna takjil mengalami pergeseran dari arti sebenarnya. Lantas, apa itu sebenarnya takjil, sejarah, dan adakah dalilnya?
Arti dan Makna
Arti takjil pertama menurut KBBI adalah "mempercepat dalam berbuka puasa", sedangkan pengertian kedua ialah "makanan untuk berbuka puasa". Maka, takjil bisa diartikan sebagai "segera berbuka puasa apabila sudah tiba waktunya".
Dikutip dari laman Muhammadiyah, istilah takjil diambil dari hadis Nabi Muhammad Riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka”. Ajjalu memiliki arti turunan atau pergeseran makna dari istilah Arab yakni ajjala-yu’ajjilu-ta’jilan yang berarti "momentum", "tergesa-gesa’, ‘menyegerakan’, atau ‘mempercepat".
Namun, sejarawan kuliner Indonesia, Fadly Rahman, mengatakan bahwa makna takjil mengalami pergeseran dari arti sebenarnya. Dia menjelaskan, pada awalnya takjil berasal dari kosakata serapan bahasa Arab yang artinya jauh dari bagaimana masyarakat Indonesia memaknainya.
"Kalau dalam bahasa Arab, takjil artinya menyegerakan berbuka puasa. Dalam tradisi berpuasa Nabi Muhammad SAW, ketika menjelang magrib, harus segera berbuka," tutur Fadly dikutip dari Alinea.id. Penulis buku "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia" itu menjelaskan bahwa umumnya, para nabi membatalkan puasa dengan air putih dan kurma.
"Jadi sebenarnya takjil itu penekanannya bukan pada makanan, tapi bagi masyarakat muslim di Indonesia, maknanya sudah bukan lagi untuk menyegerakan berbuka puasa, tapi takjil dikonotasikan dengan kuliner," jelasnya.
Sejarah Tradisi Takjil di Indonesia Catatan Snouck Hurgonje dalam De Atjehers yang disusun pada 1891-1892 mengungkapkan, tradisi takjil sudah dikenal oleh masyarakat Aceh pada bulan Ramadhan kala itu. Setiap jelang waktu berbuka, tulis Snouck Hugronje, warga Aceh beramai-ramai bersiap menyantap takjil bersama di masjid, biasanya dengan menu khas berupa e bu peudah atau bubur pedas.
Tak hanya di Aceh. Muhammadiyah yang didirikan di Yogyakarta pada 1912 disebut-sebut juga berperan dalam menyebarkan takjil sebagai tradisi yang dilakukan di bulan Ramadhan.
Abdul Munir Mulkhan dalam buku berjudul Ahmad Dahlan: Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan (2010), menyebut bahwa Muhammadiyah berperan besar dalam penyebaran tradisi takjil di tanah air.
Ditambahkan Abdul Munir Mulkhan, Muhammadiyah mempopulerkan kebiasaan mengakhiri sahur menjelang waktu subuh dan mengadakan acara takjil untuk menyegerakan umat Islam berbuka puasa.
Sementara itu Menukil dari Kumparan.com, menu yang tak pernah absen tersaji sebagai teman saat berbuka selain kurma adalah kolak, bubur manis, gorengan, hingga aneka es.
Kepopuleran menu kolak tak lepas dari penyebaran agama di Pulau Jawa. Kala itu, para wali menyebarkan agama Islam sering kali memasak kudapan yang terbuat dari pisang kepok, ubi jalar, dan gula merah.
Nah, dari situlah kebiasaan memakan makanan manis mulai menyebar. Sedangkan, menu gorengan baru muncul setelah minyak goreng dikenal luas.
Dalil Mengenai Anjuran Takjil Takjil juga bisa menjadi bentuk perilaku terpuji. Orang-orang yang dikaruniai rejeki yang lebih baik dapat memberikan takjil berupa makanan berbuka puasa untuk sesama umat muslim yang membutuhkan.
Menurut tulisan Sule Subaweh bertajuk "Menilik Budaya Takjil di Bulan Puasa" yang dimuat dalam website Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, salah satu dalil yang melatarbelakangi adanya ibadah sedekah dalam bentuk takjil adalah hadis sebagai berikut:
"Barang siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, niscaya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sama sekali.” (Hadis Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Selain itu, anjuran berbagi takjil juga diperkuat oleh hadis lain dalam suatu riwayat sebagai berikut: Kepada seorang sahabat, Nabi Muhammad SAW pernah berkata: "Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya." Sang sahabat kemudian bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: "Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan, wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur." (HR. Tirmidzi).
Sedangkan dalam Hadis Riwayat Darimi dan Abu Ya'la disebutkan bahwa: "Sesungguhnya orang yang berpuasa jika dia berbuka pada seseorang, maka malaikat akan mendo'akan orang tersebut hingga orang yang berpuasa tersebut selesai hajatnya, atau sampai menyelesaikan makanannya." (HR Darimi dan Abu Ya'la dengan Isnad Jayid).
Takjil Kekinian
Takjil dengan makna baru di Indonesia yaitu penganan khas untuk berbuka puasa; seperti kolak, aneka kue, dan minuman segar lainnya.
Istilah ini semakin populer di Indonesia sejak 10 - 20 tahun belakangan. Banyak kajian-kajian agama dan industri rumah makan yang kerap memakai istilah takjil. Promo free takjil juga sering diadakan untuk menarik minat orang-orang yang hendak berbuka puasa di luar rumah.
Biasanya, menu yang tak pernah absen tersaji sebagai takjil adalah kolak, bubur manis, gorengan, hingga aneka es. Makanan kolak jadi menu takjil populer dengan penambahan isian lain. Mulai dari kolang kaling, labu parang, ubi kayu, tapai, hingga nangka. Tidak kretinggalan tentunya anaeka macam gorengan, kue mue, sampai makanan berat seperti pecel, lotek, ketoprak dan lainnya sesuai selera daerah masing-masing.
Takjil ini kemudian menjadi asal muasal tumbuhnya Pasar Ramadan disaat bulan Ramadan tiba, banyaknya pedagang yang menjual berbagai macam makanan untuk berbuka puasa, membuka peluang kelompok masyarakat untuk menyediakan tempat dan fasilitas jualan dimana berkumpullah penjual takjil disdatu lokasi yang disebut Pasar Ramadhan.
Apapun itu Takjil menjadi bagian dari keistimewaan dan keberkahan Bulan Ramadan, membuka pintu reski bagi penjual, memberi kesempatan bersedekah bagi para darmawan, dan menjadi kemudahan bagi yang berpuasa untuk menikmatinya sebagai menu berbuka puasa.
Yang perlu dihindari jangan sampai penjual tidak puasa karena sibuk membuat takjil dan pembeli penuh nafsu saat membeli berbagai makanan takjil, yang membuat lupa akan makna hakiki puasa adalah menahan hawa nafsu.
Selamat menikmati Takjil…
Penulis adalah Abdul Wahid, Ka Subbag TU Kemenag Kota Pekanbaru.(Isi tulisan sepenuhnya tanggungjawab penulis)