SULUHRIAU, Pekanbaru- Lebih kurang satu bulan jelang Idul Adha 1443 H, ada kekhawatiran sulitnya masyarakat mendapat secara maksimal sapi untuk kurban.
Pasalnya, beberapa daerah di Riau ini, pihak terkait setempat menemukan indikasi atau dugaan sejumlah sapi di wilayahnya terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK).
Seperti di Kabupaten Bengkalis Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Riau mengambil sampel lima sapi di Kabupaten Bengkalis dicurigai terpapar PMK hewan.
Sampel darah lima ekor sapi tersebut, segera dikirim ke laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar).
"Total ada lima sapi di Bengkalis yang kita curigai PMK. Tapi kelimanya masih suspek. Sampel darahnya sudah ambil untuk kita kirimkan ke Laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi," kata Kepala Dinas PKH Riau Herman melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Faralinda Sari, Senin (6/5/2022).
Faralinda menjelaskan, sapi itu dinyatakan suspek karena diduga memiliki ciri-ciri PMK. Meski baru dugaan, kelima sapi tersebut sudah diisolasi dan diberi perawatan.
"Seperti vitamin dan antibiotik. Kemudian kandang hewan juga disemprotkan disinfektan. Selain itu, hewan ternak itu juga mendapatkan perhatian khusus dari dokter hewan setiap harinya. Jadi walau masih suspek, kita tetap berikan obat-obatan berupa vitamin dan antibiotik," terangnya
Sementara itu, di Kabupaten Siak Sri Indrapura, pihak Dinas Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (DPPK), menyampaikan saat ini ada 17 sapi yang dicurigai terkena PMK. Namum 4 ekor diantaranya yang positif PMK.
"Data dari DPKH Provinsi Riau itu sudah 17 ekor, ini menunjukkan suspek, yang sebenarnya positif itu hanya 4 ekor berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Veteriner Bukittinggi. Namun dari segi pengendaliannya patokan kita diangka 17 itu boleh, supaya penyakit itu jangan lari kemana-mana dulu dalam rangka pencegahan," kata Kepala DPPK Siak, Susilawati Senin, (6/6/2022) kepada wartawan.
Dikatakan, sapi positif PMK tersebut diantaranya berasal dari satu sapi di Kampung Tualang, Kecamatan Tualang yang merupakan Sapi Bali berjenis kelamin jantan.
Sedangkan sapi yang positif lainnya merupakan hewan ternak di Kampung Maredan, Kecamatan Tualang berjenis sapi lokal.
Terhadap empat sapi itu, dinas melakukan isolasi atau dipisahkan dengan yang sehat. Kemudian melakukan pengobatan untuk antisipasi infeksi skunder oleh bakteri karena penyakit ini disebabkan virus sehingga perlu dicegah agar tidak ada penularan.
"Kedua pengobatan suportif untuk mengembalikan stamina hewan dan pengobatan symptimatis untuk mengatasi gejala seperti demam, rasa sakit, dan lain-lain," kata Susi.
Menurutnya, hal ini tentu mempengaruhi harga dipasaran yang kian melambung. Apalagi menjelang Idul Adha, bukan hanya harga namun stok sapi menjadi berkurang.
"Untuk Iduladha jelas berpengaruh karena harga sapi pasti mahal, jumlah kurban juga diprediksi menurun," tambahnya.
Bupati Siak, Alfedri juga telah mengeluarkan surat edaran yang isinya antara lain memperketat pengawasan dan pengendalian lalu lintas ternak antar kabupaten/kota maupun antar provinsi dengan melibatkan segenap unsur lintas organisasi perangkat daerah, kepolisian, satuan polisi pamong praja, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, camat, lurah, penghulu (lurah) se-Kabupaten Siak dan instansi terkait.
Kemudian, petugas dapat melaporkan dan mengisolasi ternak sakit atau terduga sakit, tidak dipindahkan/diperdagangkan, sebelum dilakukan pemeriksaan. Lalu, mendukung program vaksinasi, desinfeksi, desinfektisasi, penerapan biosekuriti, dan tindakan lain yang dianggap perlu terhadap penyakit PMK.
Selanjutnya diminta turut berpartisipasi aktif dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait penyakit PMK kepada masyarakat/peternak di Kabupaten Siak. Sapi yang berasal dari daerah wabah tidak diizinkan masuk ke Daerah Kabupaten Siak. Setelah itu sapi, kerbau, kambing, dan domba yang berasal dari dalam atau luar Kabupaten Siak (yang bukan berasal dari daerah wabah) untuk pemenuhan kebutuhan ketersediaan daging harus melalui Tempat Pemotongan Hewan Ruminansia (TPH) dan Rumah Potong Hewan (RPH).
Selain itu, hewan kurban juga harus memiliki Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal serta memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku di RPH/TPH. Terakhir, pemotongan ternak terjangkit harus di bawah pengawasan dokter hewan/petugas kesehatan hewan serta bahan asal hewan sapi sakit yang terduga PMK harus dilakukan penanganan khusus untuk menghindari penyebaran virus.
Dengan ada penambahan lasua sapi PMK tersebut, saat ini di Provinsi Riau sudah terdapat 40 kasus sapi yang sudah dinyatakan positif terpapar PMK.
Adapun total kasus sapi PMK yang sudah dinyatakan positif terpapar PMK yakni, Rokan Hulu 5 kasus, Siak 20 kasus Indragiri Hilir 15 kasus.
"Kalau ternyata lima sapi di Bengkalis nanti dinyatakan positif PMK, maka total kasus PMK di Riau ada 45 sapi," kata Susilawati. (src)