SEPERTI Petuah Nenek moyang kita dahulu “Lain Padang Lain Ilalang” lain Negara lain pula proglemnya, kalau di Ukraina yang sedang berperang melawan Rusia, para Jendral Bintang Satu, Dua, Tiga dan Empat di jajaran meliter dihadapkan pada kenyataan hidup atau mati Gugur di medan pertempuran sebagai pahlawan. Di Indonesia Negara tercinta ini marak pula Gugur Para Bintang, tapi bukan dari dijajaran meliter, bukan juga gugur di medan tempur sebagai pahlawan. Namun Gugur Bintang itu justru sebagai pengkianat institusi, bangsa dan negara yang telah memberikan Bintang kepadanya.
Masgul gunda dan gulana, seperti kabut hitam dari titik api menebarkan asap yang melanda negeri Lancang Kuning saat musim Kemarau tiba, seperti itulah gambaran terasa melihat kenyataan begitu banyak oknum yang menebarkan asap di Institusi Kebanggaan Anak Bangsa, yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Kemana lagi rakyat akan mengadu, kalau penegak hukum justru berbuat melawan hukum, kemana pula mau berlindung, kalau pelindung justru melindungi kejahatan, apalagi mau diharap, kalau semua sudah bersubhat dengan penjahat.
Cermin Retak
Kepolisian Negara Republik Indonesia (disingkat Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Sebelumnya organisasi ini bernama Badan Kepolisian Negara (BKN), Djawatan Kepolisian Negara (DKN) dan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI).
Polri mempunyai moto Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. (Wikipedia)
Ibarat Cermin Institusi POLRI Retak oleh ulah para oknum yang bertindak dan berbuat mendua, seakan patuh pada institusi dalam penegakan hukum, namun dibelakang berbuat dan bersatu dengan para pelawan hukum. Mereka sudah mengorban harga diri, dan institusi tak terbersit padanya betapa ribuan anggota Polri yang bertugas dalam hujan dan panas, malam dan siang menjaga keamanan seentero negeri.
Dua kasus yang memprihatinkan, pertama Kasus pembunuhan kepada Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J menjadikan tiga perwira tinggi (Pati) Polri kehilangan jabatannya. Seperti diketahui bahwa pihak tim khusus Kapolri telah memeriksa 25 orang dalam kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo. Kasus ini mengakibatkan tewasnya Brigadir J. Dari ke 25 orang tersebut, Kapolri mengatakan bahwa tiga di antaranya merupakan perwira tinggi (Pati) bintang satu yang diperiksa oleh tim khusus. (https://kabar24.bisnis.com/read/20220811).
Kedua, Kasus narkoba dimana Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya turut menangkap 4 anggota polisi yang terlibat dalam kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa. Keempat polisi tersebut juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Keempat anggota polisi itu adalah sebagai berikut, Aipda AD, anggota Satresnarkoba Polres Jakbar, Kompol KS, Kapolsek Kali Baru Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Aiptu J, anggota Polres Pelabuhan Tanjung Priok, dan AKBP Doddy Prawira Negara, Kabagada Rolog Sumbar, mantan Kapolres Bukittinggi Polda Sumbar. (https://news.detik.com/berita/d-6350129/).
Pertaruhan Polri
Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) bidang kepolisian Bambang Rukminto menilai, kasus demi kasus di tubuh Polri ini menjadi pertaruhan citra Korps Bhayangkara di mata publik. Dia mengatakan, pengungkapan kasus peredaran narkoba Irjen Teddy Minahasa saja tak cukup untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap Polri.
Sebabnya, Polri masih punya PR besar untuk menuntaskan kasus dugaan pembunuhan berencana yang menyeret nama Ferdy Sambo, dugaan jaringan judi online di kepolisian, hingga tragedi Stadion Kanjuruhan.
"Terlalu banyak bila PR-PR sebelumnya seperti penuntasan kasus obstruction of justice terkait Sambo, konsorsium judi 303, tragedi Kanjuruhan tidak segera dituntaskan juga," tuturnya.
Alih-alih meningkatkan kepercayaan publik, kata Bambang, Penetapan Teddy Minahasa sebagai tersangka kasus peredaran narkoba justru memunculkan asumsi adanya perang antarfaksi di internal Polri. Kondisi demikian mungkin terjadi mengingat pola pembinaan karier SDM Polri masih jauh dari meritokrasi dan lebih mementingkan kedekatan, kolusi, atau nepotisme. (https://nasional.kompas.com/read/2022/10/15/15304311/)
Kembali Bercermin
Sejarah sudah mencatat dengan tinta emas sosok polisi yang menjadi penganyom, pelayan, pelindung dan tauladan dalam kehidupan dan penegakan hukum, figur yang mestinya menjadi suri tauladan dan spirit bagi seluruh jajaran di kepolisian, jangan hanya sekedar menjadi motto, pesan dalam kata, namun tidak berbekas dalam tindakan dan perbuatan. Adalah Jendral Hoegeng Imam Santoso merupakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) ke-5 yang bertugas dari 1968-1971. Hoegeng dikenal sebagai polisi yang jujur, sederhana, dan antikorupsi.
Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur bahkan menyebutnya sebagai salah satu dari tiga polisi yang tidak bisa disuap, selain polisi tidur dan patung polisi.
"Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik," pesan Hoegeng dalam sebuah unggahan Divisi Humas Polri melalui akun resmi Twitternya @DivHumas_Polri, Rabu (10/11/2021).
Kemudian Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sadsuitubun alias KS Tubun (14 Oktober 1928–1 Oktober 1965) adalah pengawal J Leimena yang menjadi salah satu korban Gerakan 30 September PKI pada 1965. Dia diangkat menjadi seorang Pahlawan Revolusi.
"Jangan khawatir, saya pasti kembali. Kalau toh aku harus mati, pastilah aku mati di Jakarta pada kejadian yang luar biasa," pesan KS Tubun kepada istrinya setiap kali akan berangkat bertugas.
Seluruh rakyat Indonesia tentu berharap dan berdoa, semoga prahara di Polri ini segera berlalu, badai terkadang diperlukan untuk membersihkan dan emas mesti disepuh untuk mengembalikan kemurniannya. Apa yang telah terjadi tentunya menjadi pelajaran bagi para bintang yang lain agar tidak GUGUR dalam tugas akibat senjata makan tuan. Cukup sudah apa yang terjadi jangan terulang kembali. Polri adalah institusi penegak hukum, pelayan, pengayom dan pelindung seluruh masyarakat Indonesia. (*)
Penulis adalah mantan Ketua KPU Pekanbaru saat ini Plt Kakan Kemeng Pekanbaru (Isi tulisan sepenuhnya tanggaungjawab penulis)